TEMPO.CO, Jakarta - Asisten Administrasi Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat Muhamad Solihin mengklaim pengelolaan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah efisien. “Proporsi belanja kami ideal,” katanya saat dihubungi Tempo, Rabu, 22 November 2017.
Solihin mengatakan indikator pertama pada tren serapan anggaran diklaim membaik. Penyerapan anggaran Jawa Barat pada 2016 dengan volume anggaran Rp 31 triliun tembus 93 persen. “Tujuh persen sisanya di antaranya berasal dari sisa lelang, efisiensi hasil lelang, lelang yang tidak boleh atau tidak jadi dilaksanakan karena ada duplikasi anggaran, karena ada dana yang tiba-tiba keluar dari APBN, atau belanja yang waktunya sudah tidak memungkinkan,” tuturnya.
Tahun ini volume Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Jawa Barat naik menjadi Rp 32 triliun. Solihin optimistis serapan anggaran bakal lebih baik, atau minimal persentasenya sama dengan tahun lalu. “Saat ini penyerapan anggaran sudah 70 persen tapi itu terus berjalan. Target kami bisa lebih dari 93 persen, minimal sama,” ujarnya.
Ihwal belanja modal, Solihin mengklaim porsinya lebih besar dibanding belanja pegawai. “Belanja pegawai naik tahun 2017 ini tapi lonjakannya tidak signifikan. Belanja pegawai tahun lalu 9 persen, kurang dari 10 persen. Tahun ini belanja pegawai di bawah 20 persen.”
Menurut Solihin, kenaikan belanja pegawai itu karena pindahnya status guru sekolah menegah atas dan kejuruan negeri yang asalnya pegawai kabupaten/kota, mulai tahun ini menjadi pegawai pemerintah provinsi. Jumlah pegawai pemerintah provinsi yang asalnya hanya 13 ribuan orang, kini melonjak menjadi lebih dari 42 ribu orang. “Naiknya tiga kali lipat. Tapi yang berat itu yang non-PNS, karena perpindahan PNS guru SMA/SMK itu juga diikuti perpindahan guru honorer. Dari sisi gaji tidak masalah, tapi kami harus menyesuaikan tunjangan daerahnya agar minimal sama dengan saat mereka bertugas di kabupaten/kota,” ucapnya.
Sementara itu, belanja modal dalam ABPD Jawa Barat, kata Solihin, lebih dari separuh volume anggaran. “Saya tidak ingat angka persisnya. Tapi proporsi belanja modal kami tinggi karena Pak Gubernur meminta mengikuti kebijakan pemerintah pusat, harus tinggi, sehingga belanja lain menjadi lebih kecil. Belanja modal kami di atas 50 persen.”
Kementerian Keuangan menyatakan pemerintah daerah tidak mengelola keuangannya dengan efektif dan efisien. Padahal kucuran dana untuk daerah terus meningkat dari tahun ke tahun.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Boediarso Teguh Widodo mengatakan transfer ke daerah tahun ini mencapai Rp 766 triliun. Saat peluncuran desentralisasi fiskal nilainya hanya Rp 81 triliun. "Angkanya naik lebih dari 10 kali lipat," katanya dalam acara Budget Day di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu.