TEMPO.CO, Jakarta - Hasil riset Asia Competitiveness Institute (ACI) menunjukkan Provinsi Jakarta Timur sebagai lokasi dengan tingkat kemudahan berbisnis (Ease of Doing Business/EoDB) terbaik pada 2017. Adapun DKI Jakarta berada di posisi ke-4, masih kalah dari Jawa Barat dan Jawa Tengah yang masing-masing menduduki posisi kedua dan ketiga.
Hasil itu dihitung berdasarkan statistik ekonomi dan penelitian ACI terhadap 925 pelaku bisnis di 34 provinsi di Indonesia.
Baca juga: Peringkat Kemudahan Berbisnis di Indonesia Kalah dari Malaysia
"Ada semacam persaingan daerah untuk mendapat investasi. Jakarta banyak bersaing dengan Jatim dan Jateng, karena industri padat karya banyak pindah ke sana (Jatim)," ujar Research Fellow sekaligus Deputy Director ACI Mulya Amri saat jumpa pers di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Selasa, 21 November 2017.
Ada tiga kategori utama yang dinilai ACI dalam riset pada April hingga September 2017 tersebut, yakni attractiveness to investor, business friendliness, dan competitive policies.
Peringkat Jakarta merosot pada aspek attractiveness to investor dari posisi pertama pada 2015 menjadi posisi 3 tahun ini. Posisi pertamanya kini dipegang Jawa Barat yang tahun lalu mendapat ranking 5.
Pada kategori business friendliness, Jakarta mendapat ranking 7 pada 2017 dari posisi runner up pada 2015. Kategori ini justru dimenangkan Sulawesi Tengah yang sebelumnya berada di posisi 11
Aspek competitive policies menaikkan Jakarta ke ranking 19 setelah bertengger di ranking 30 pada 2015.
Rangking tersebut, menurut Amri bersifat relatif karena perbandingannya disesuaikan. "Jadi bisa karena DKI yang (nilainya) menurun secara mutlak atau provinsi lain membaik. Ini menunjukkan Jakarta masih kurang kompetitif dibandingkan provinsi lain yang mengalami banyak kemajuan," ujar Amri.
Direktur Eksekutif Jakarta Property Institute (JPI) Wendy Haryanto menyebut proses perizinan bangunan yang sebagai salah satu indikator utama EoDB. Merosotnya rangking Jakarta dalam riset ACI diyakini terkait dengan sulitnya mengurus izin mendirikan bangunan (IMB).
"Belum ada inovasi yang signifikan terkait dengan proses perizinan di Jakarta. Ini salah satunya disebabkan karena Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) sebagai garda terdepan perizinan mempunyai banyak masalah," ujar Wendy dalam jumpa pers yang sama.
Tahapan perizinan pun menurut dia tak berkurang dan hanya diubah urutannya dari waktu ke waktu. Hal itu berpotensi mengalihkan calon investor dari Jakarta ke provinsi lain.
Perbaikan dalam hal mengurus IMB diyakini bisa mendongkrak rangking EoDB ibu kota, mengingat 20 persen PDB Jakarta berasal dari sektor properti. "Kalau properti dikembangkan dengan benar, diperbaiki kemudahan berbisnisnya, bisa menjadi drive (penggerak). Kalau diperbaiki, ekonominya bisa tumbuh lebih cepat."