TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Tony Prasetiantono mengatakan perekonomian Indonesia masih tumbuh di kisaran 5 persen akibat ekonomi lesu dan agresivitas pajak.
"Perekonomian Indonesia masih tumbuh di kisaran 5 persen karena kelesuan ekonomi sebagai dampak ketidakpastian serta agresivitas pajak yang menyebabkan konsumen cenderung mengerem konsumsi," kata Tony di Galeri Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin, 20 November 2017.
Simak: OJK: Risiko Bisnis Perbankan Berkurang
Pada 2018, Tony memperkirakan Indonesia bisa tumbuh lebih tinggi, yaitu 5,3 persen. Ia melihat ada beberapa hal positif yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, seperti stabilitas harga komoditas, stabilitas rupiah, peningkatan investasi, capital inflows, dan inflasi yang tetap rendah.
Bahkan, menurut Tony, pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 6-7 persen pada kemudian hari. Hal tersebut bisa dicapai karena giatnya pemerintah membangun infrastruktur yang dapat berdampak positif kelak. "Tidak sekarang," ujarnya.
"Presiden Jokowi harus terus fokus di jalur pembangunan ekonomi infrastruktur untuk menaikkan daya saing atau menurunkan ICOR (Incremental-Capital Output Ratio)," ucapnya.
Tony menilai belanja infrastruktur Rp 409 triliun dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Rp 2.200 triliun pada 2018 merupakan hal impresif.
Baca Juga: Cadangan Devisi Oktober 2017 Turun
Menurut Toni, inflasi yang rendah tidak selalu berkonotasi positif karena bisa pula menunjukkan lesunya hasrat berbelanja. "Cadangan devisa yang terus menguat bisa menjadi modal positif bagi stabilitas rupiah pada 2018," tuturnya tentang perkembangan perekonomian Indonesia.