TEMPO.CO, Jakarta -Ratusan pengemudi angkutan online berunjuk rasa di depan Gedung Sate Bandung meminta penghentian kekerasan sekaligus revisi kembali Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. “Ada pasal-pasal yang tidak dianulir oleh Mahkamah Agung tapi ikut diatur, seperti soal stiker dan KIR itu ikut di revisi,” kata Ketua Serikat Pekerja Pengemudi Online Indonesia, Babe Bowi di sela aksi itu, Senin, 20 November 2017.
Babe menuding revisi yang dilakukan karena pembatalan sejumah pasal oleh Mahkamah Agung lebih buruk. Dia mencontohkan soal stiker yang ikut-ikutan di atur dalam Permenhub baru, di antaranya ukurannya jadi lebih besar dari 6 sentimeter menjadi 15 sentimeter. Jumlahnya juga makin banyak, asalnya hanya 2 stiker per mobil menjadi 4 stiker.
Penggunaan stiker tersebut digabungkan dengan aturan yang membatasi pengoperasian taksi online berdasarkan wialyah juga dikhawatirkan menyulitkan. “Mobil ini tidak semuanya milik rental, ada yang milik pribadi. Dia gak boleh ngantar keluarganya ke Jakarta, nanti di stop, ditangkap. Karena tidak semua pengemudi roda empat itu full (taksi) online, suatu saat mereka akan membawa keluarganya keluar kota itu akan ditangkap,” kata Babe.
Babe mengatakan, sudah ada negosiasi yang dilakukan soal stiker ini dengan Kementerian Perhubungan yang diklaimnya setuju mengubahnya. Di antaranya fleksibilitas soal stiker, hingga pengurangan jumlahnya. Tapi dia khawatir persetujuan lisan itu tidak bisa dipegang karena pasalnya tidak berubah.
Tata cara penerbitan stiker juga diprotes. “Kendaraan itu harus masuk PT atau Koperasi baru nanti didaftarkan ke Kementerian Perhubungan. Ternyata koperasi atau PT itu harus dibawah Organda, kan lucu,” kata Babe.
Babe menatakan, kewajiban mengurus KIR untuk kendaraan angkutan online juga tak kunjung bisa dilaksanakan. Pasal itu sendiri termasuk yang tidak dibatalkan Mahkamah Agung. “Sampai saat ini, sudah tanya beberapa kali sama Dishub, mereka belum punya sarananya. Mereka buat peraturan, tapi gak ada sarananya. Kita harus nunggu lagi, padahal salah satu aplikasi sudah minta mobil harus di KIR,” kata dia.
Ketua Gerakan Aksi Bersama (Geram) Online, Andrian Mulya Putra mengatakan, pengemudi ojek online juga memprotes rencana pemerintah mengatur kendaran roda dua yang dipergunakan sebagai layanan tranportasi online. “Sudah puluhan tahun kendaraan roda dua tidak pernah digolongkan sebagai salah satu tranportasi dengan alasan kendaraan roda dua bukan transportasi yang aman. Manakala ada aturan terakit itu, tanda tanya besar,” kata dia, Senin, 20 November 2017.
Andrian mengatakan, pemerintah diminta lebih dulu mengatur aplikasi yang memberikan layanan transportasi ojek online sebelum menerbitkan aturan yang mengatur kendaraannya. Pengemudi taksi dan ojek online juga meminta pemerintah dan aparat penegak hukum soal masih maraknya gesekan yang terjadi antara taksi serta ojek online dengan angkutan umum konvensional sembari menunggu pemberlakuan Perhmenhub 108 yang ditunda hingga Februari 2018.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan Jawa Barat Dedi Taufik mengatakan, pihaknya menyiapkan usulan pengaturan kuota untuk angkutan online untuk melaksanakan Permenhub 108 tahun 2017. "Kami sudah menyiapkan soal kuota ini. Tapi, ini harus diinformasikan ke publik dulu," kata dia di Bandung, 6 November 2017.