TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bekerja sama dengan PT Garam mengembangkan pabrik garam terintegrasi guna mengurangi ketergantungan impor.
Unggul Priyanto, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), mengatakan rencana itu diawali dengan pembuatan pabrik percontohan nasional yang terintegrasi dari mulai lahan, pengolahan bahan baku, dan proses akhir sehingga menghasilkan garam industri.
"BPPT dengan dukungan PT Garam mencoba membangun pilot project pabrik garam industri di kawasan lahan pegaraman terintegrasi di Bipolo, Kupang, NTT," kata Unggul dalam Acara Penandatanganan Kesepakatan Bersama BPPT dengan PT Garam, Senin, 20 November 2017.
Kolaborasi antara BPPT dan PT Garam ini akan dimulai pada akhir 2017 dan diharapkan pada 2018 telah dibangun fasilitas refinery garam. Kesepakatan antara BPPT dan PT Garam sebagai payung hukum untuk kerja sama dalam pengembangan lahan garam secara terintegrasi di daerah Bipolo tersebut.
Eniya Listiani Dewi, Deputi Kepala Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi (TAB) BPPT, mengatakan pabrik tersebut hanya membutuhkan lahan sekitar 3 hektare di dalam kawasan yang menjadi pilot project dari BPPT yang mencapai 75 hektare.
“Dari sekitar 75 hektare ini sebagian besar digunakan untuk mekanisasi garam dan lain-lain, hanya butuh 3 hektare untuk tempat pabrik. Kapasitas pabrik ini dapat mencapai 40 ribu ton per tahun melalui kerja sama dengan PT Garam,” kata Eniya.
Menurutnya, pabrik garam tersebut berlokasi di sebelah PT Garam yang saat ini telah mempunyai lahan seluas 318 hektare di Bipolo. Adapun rencana ke depan dari 75 hektare lahan BPPT ini akan diperluas hingga mencapai 225 hektare untuk memenuhi segala proses integrasi pabrik.