TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Angkutan Darat (Organda) menilai pembatasan operasional truk dengan sumbu tiga atau lebih pada masa Natal 2017 dan Tahun Baru 2018 lebih baik menggunakan sistem buka-tutup daripada melarang truk beroperasi secara penuh.
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Organda, Ateng Aryono, mengatakan distribusi barang dapat tetap berjalan jika pemerintah memberlakukan sistem buka-tutup pada masa Natal 2017 dan Tahun Baru 2018.
“Kalau khusus Nataru (Natal dan Tahun Baru), rasanya macetnya juga tidak parah, namun begitu jika diatur semestinya sistem buka-tutup lebih diharapkan, daripada diberhentikan sama sekali,” ungkapnya pada Rabu, 15 November 2017.
Dia menambahkan sistem buka-tutup terhadap truk pada masa Natal 2017 dan Tahun Baru 2018 dilakukan dengan memperhatikan kondisi jalanan. Angkutan barang truk, lanjutnya, diperbolehkan untuk melintas ketika kondisi di lapangan tidak macet.
Baca: Besok Uji Coba Pembatasan Truk di Kedua Jalur Tol Cikampek
Ateng menuturkan sistem buka-tutup terhadap truk masih tetap membuat jangka waktu antara pesanan pelanggan dan pengiriman produk akhir (lead time) menjadi lebih panjang. Kondisi tersebut tentu tetap akan membuat biaya operasional pengiriman barang meningkat, mengingat lalu lintas kendaraan pribadi tidak dapat diprediksi dengan akurat.
Sementara jika truk benar-benar diberhentikan, Ateng mengatakan, akan menambah inventory di awal sebelum produksi atau pengiriman. Kondisi tersebut akan menambah beban biaya inventory. Dia mengatakan salah satu industri yang akan menanggung beban biaya tinggi akibat memerlukan inventory yang lebih tinggi adalah industri consumer goods.
Pembatasan operasional truk menggunakan jalan-jalan tertentu merupakan langkah terbalik mengingat jalan dan jaringan jalan dibuat agar arus logistik dapat berjalan dengan lancar. “Inilah terbalik-baliknya dunia kita. Jalan dan jaringan jalan itu sesungguhnya direncanakan untuk kelancaran arus logistik. Cuma saja, setiap kali logistik yang dikalahkan, bukan?” katanya.