TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian menargetkan pada 2025 sekitar 25 persen atau 400 ribu unit kendaraan low carbon emission vehicle (LCEV) sudah masuk pasar Indonesia. Untuk mencapai hal tersebut, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menjelaskan, pihaknya sedang mendorong produsen otomotif mulai memproduksi mobil listrik, seperti PT Nissan Motor Indonesia, yang saat ini telah mengembangkan mobil listrik Nissan Note e-Power.
“Tenaganya powerful karena engine full electric vehicle (EV). Tadi coba sampai kecepatan 80 kilometer per jam. Kalau dari sisi otomotifnya sudah layak, apalagi dengan EV yang emisinya lebih rendah, tentu pemerintah akan dukung,” ujar Airlangga, seperti dikutip dari siaran pers Kementerian Perindustrian, Selasa, 14 November 2017.
Mobil listrik dengan teknologi hybrid, kata Airlangga, diharapkan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sekaligus mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM) karena menggunakan energi listrik sebagai bahan bakarnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, diversifikasi BBM ke arah bahan bakar gas, bahan bakar nabati, atau tenaga listrik merupakan jawaban atas kebutuhan energi di sektor transportasi. Produksi dan penggunaan bahan bakar alternatif ini secara langsung dapat pula menghasilkan aktivitas dan manfaat ekonomi yang inklusif, terutama di daerah yang kaya akan sumber energi tersebut.
Namun, Airlangga menyebut hingga saat ini infrastruktur untuk stasiun pengisi tenaga listrik belum tersedia. Sehingga teknologi hybrid menjadi salah satu solusinya.
Teknologi hybrid memungkinkan kendaraan bisa menggunakan dua sumber energi, BBM dan listrik. Untuk itu, produsen di Indonesia saat ini akan lebih diperkenalkan dengan teknologi hybrid.
Sementara itu, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (Ilmate) I Gusti Putu Suryawirawan mengungkapkan, Indonesia merupakan pasar otomotif terbesar di Asia Tenggara. Pada 2016, industri otomotif dalam negeri memproduksi 1,1 juta unit mobil.
“Aktivitas usaha sektor otomotif, mulai sektor hulu yang meliputi industri bahan baku dan industri perakitan kendaraan bermotor, hingga sektor hilir, seperti jasa purnajual dan pembiayaan, sangat besar kontribusinya terhadap perekonomian nasional,” kata Putu. Karena itu, industri otomotif menjadi salah satu sektor yang diprioritaskan pengembangannya sesuai dengan Kebijakan Industri Nasional.
Menurut Putu, dengan kapasitas produksi nasional sebesar 2,2 juta unit mobil per tahun, industri otomotif dalam negeri perlu memaksimalkan potensi tersebut agar memiliki daya saing yang lebih tinggi. Potensi kapasitas produksi ini dapat dimaksimalkan untuk pengembangan produksi kendaraan LCEV serta menggunakan platform yang memenuhi kebutuhan domestik sekaligus permintaan pasar ekspor ke seluruh dunia.
“Peningkatan pada utilisasi kapasitas produksi industri dalam negeri, investasi baru dan perluasan, transfer teknologi, penyerapan tenaga kerja, serta tingkat komponen dalam negeri merupakan tujuan yang harus kita wujudkan bersama,” tutur Putu.
M. JULNIS FIRMANSYAH | CAESAR AKBAR