TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia Antoni Tanios mengatakan target penjualan mutiara dalam ajang 7th Indonesia Pearl Festival sejak 7 hingga 11 November 2017 mencapai Rp 20 miliar. Target tersebut lebih besar dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 17 miliar.
Ia menilai daya beli sedang menurun, karena jika tinggi nilai penjualan bisa lebih besar dari saai ini. "Sekarang agak tertolong, konsumen sudah mau beralih dari fresh water ke south sea pearl," kata Antoni saat ditemui di 7th Indonesia Pearl Festival di Lippo Mall Kemang, Ahad, 12 November 2017.
Ketua panitia 7th Indonesia Pearl Festival Yana mengatakan total transaksi dari 7 hingga Sabtu, 11 November untuk di stand mutiara sebesar Rp 2.188 miliar, sedangkan transaksi lelang mutiara tercatat Rp 711 juta.
Ajang IPF tahun ini diikuti oleh 36 stand mutiara, 9 stand penunjang, dan 5 stand Usaha Mikro Kecil dan menengah atau UMKM. Menurut Antoni para pembudidaya mutiara ada kesempatan dan bisa mengambil kesempatan meningkatkan penjualan sesuai arahan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menggairahkan pelaku lokal.
Antoni mengatakan semua yang diperjualbelikan di IPF merupakan mutiara budidaya dari laut, tidak ada yang air tawar. "Karena lokal sedang bergairah juga untuk south sea ini," ujar Antoni.
Antoni mengatakan beberapa tahun lalu, penjualan terganggu oleh mutiara air tawar dari Cina. "Saat ini impor kan sudah dilarang, yangg air tawar sudah dilarang masuk ke sini. Karena indonesia kan produksi mutiara," kata Antoni.
Antoni menilai dengan larangan pemerintah terhadal impor mutiara air tawar, membantu para pelaku usaha mutiara. Namun saat ini menurutnya masih ada mutiara air tawar dari Cina.
Hal tersebut dilakukan dengan mengganti Harmonized System Code atau suatu daftar penggolongan barang menjadi jenis manik-manik, yang seharus mutiara. "Kalau bisa dilarang atau dikasih tax yang tinggi. Supaya melindungi yang kita punya," kata Antoni.