TEMPO.CO, Jakarta -Menjelang masa alih kelola Blok Mahakam pada 2018, PT Pertamina (Persero) hampir merampungkan peralihan status pegawai dari pengelola sebelumnya, Total E&P Indonesie. Hingga saat ini, proses peralihan status pekerja sudah mencapai 98 persen pekerja. Mereka akan langsung bergabung dengan Pertamina, sementara sisanya memasuki masa pensiun dan alasan pribadi.
“Para pejuang energi di Blok Mahakam adalah bangsa kita sendiri. Setelah diambil alih Pertamina, rasa nasionalisme mereka akan lebih kental. Karena mereka turut menjaga ketahanan energi bangsa,” kata Direktur Utama PHI Bambang Manumayoso di Hong Kong Cafe, Jakarta, Kamis, 9 November 2017.
PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya PT Pertamina Hulu Indonesia menyatakan kesiapannya mengelola dan menjaga produktifitas Blok Mahakam. “Kami optimistis bisa menjaga tingkat produksi di Blok Mahakam, dimana telah melakukan pengeboran 11 sumur di Tunu dan Handil Field, dari 15 sumur yang akan dibor Pertamina hingga tahun 2018,” ujarnya.
Untuk mendukung pengeboran tersebut, kata dia, perusahaan energi pelat merah itu telah menginvestasikan dana sebesar US$ 160 juta. Melalui Blok Mahakam, Pertamina yakin bisa memberikan tambahan kontribusi sebesar 24 persen dari total produksi minyak dan gas bumi nasional.
Bambang mengatakan PHI telah menyiapkan berbagai strategi untuk tetap menjaga produksi migas dengan memastikan keberlangsungan kegiatan pemboran dan Well Intervention di wilayah kerja Blok Mahakam pada saat peralihan dari Total E&P Indonesie (TEPI) ke Pertamina pada 1 Januari 2018.
Anak usaha Pertamina itu juga telah menyelesaikan lima rencana pengembangan lapangan/ POFD (Plan OF Further Development) di tahun 2017 untuk mendukung kegiatan pemboran pada tahun 2018, serta melaksanakan optimalisasi pengadaan rig dan material untuk menunjang kegiatan pemboran.
Pengelolaan blok Mahakam nantinya akan dilaksanakan oleh Pertamina Hulu Mahakam yang merupakan anak usaha dari Pertamina Hulu Indonesia.
Pertamina sebelumnya pernah mengelola blok migas paska terminasi antara lain ketika Pertamina mendapatkan hak operatorship untuk lapangan Offshore North West Java – ONWJ pada tahun 2009.
Setelah lima tahun berjalan, blok di Pantai Utara Jawa Barat tersebut mencatatkan tren peningkatan produksi hingga 12 persen, yakni dari 23.1 MBOPD pada tahun 2009, menjadi 40.3 MBOPD.
Begitu pula dengan pengelolaan blok West Madura Offshore (WMO) yang diambil alih dari Kodeco pada 2011. Dalam kurun waktu empat tahun, Pertamina mampu meningkatkan produksi sebesar 14 persen, yakni dari 13.7 MBOPD di tahun 2011 menjadi 20.3 MBOPD.