TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan Indonesia bisa menjadi negara maju pada 2045 atau 100 tahun setelah merdeka. Syaratnya, pertumbuhan ekonomi mesti konsisten di kisaran rata-rata 5 persen.
"Kalau bisa konsisten dengan skenario pertumbuhan rata-rata 5 persen, Indonesia bakal naik kelas menjadi negara berpenghasilan tinggi pada 2038 atau 2039,“ katanya dalam sambutannya di acara pembukaan Indonesia Infrastructure Week di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Rabu, 8 November 2017. Menurut dia, saat ini, Indonesia masih masuk kategori emerging country dan negara berpenghasilan menengah ke bawah.
Dengan pertumbuhan yang konsisten di kisaran 5 persen, dia memprediksi pendapatan negara bisa mencapai US$ 20 ribu per kapita. Saat ini, pendapatan Indonesia masih di kisaran US$ 3.600-3.700 per kapita.
"Tantangannya, bisa enggak mempertahankan 5 persen per tahun?" ujarnya. Untuk bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi itu, kata dia, tantangan juga datang dari kondisi ekonomi global dan domestik. Menurut Bambang, pada era Orde Baru, Indonesia sempat mengalami pertumbuhan ekonomi di kisaran 7 persen, kemudian melemah ke kisaran 5 persen pascareformasi.
Karena itu, Bambang mengatakan perlunya terobosan dan upaya baru dalam mengupayakan pertumbuhan ekonomi itu. "Enggak bisa business as usual," ucapnya. Hal yang perlu dikejar di antaranya membuka pasar, meningkatkan kualitas teknologi dan sumber daya manusia, serta menghidupkan manufaktur.
Bambang menggarisbawahi pembangunan infrastruktur sebagai modal untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. "Apabila dilihat semua aspek dari segi suplai, ada kendala di suplai, salah satunya sektor infrastruktur," tuturnya.
Pada 2012, stok infrastruktur Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) baru mencapai 38 persen. Bila dibandingkan dengan negara berkembang lain, Indonesia tertinggal jauh dari India yang mencapai 58 persen, Tiongkok 76 persen, Polandia 80 persen, dan Afrika Selatan 87 persen. Adapun sebagai negara maju, Jepang memiliki stok infrastruktur dibanding PDB mencapai 178 persen.
"Sementara kita bukan dalam proses naik, malah turun. Tahun 1995, rasio stok kita 49 persen, sekarang malah tinggal 38 persen. Jadi kita mesti bersiap. Bangun infrastruktur bukan pilihan, tapi keharusan," kata Kepala Bappenas.
Berbicara mengenai efek pembangunan terhadap pertumbuhan ekonomi, kata dia, akan berujung pada naiknya pertumbuhan ekonomi. Naiknya pertumbuhan ekonomi, menurut dia, akan meningkatkan produktivitas nasional secara baik, seperti berkurangnya biaya material, naiknya penyerapan tenaga kerja, dan efek berantai lain.
Berdasarkan simulasi yang dilakukan pada 2017, investasi Rp 126,8 triliun akan menciptakan nilai tambah sampai RP 146,9 miliar dan memberi kontribusi ke pertumbuhan ekonomi 1,06 persen. "Di 2018, dengan investasi Rp 157,8 triliun, bisa berkontribusi ke pertumbuhan ekonomi sebesar 1,28 persen," ujarnya.
Namun, untuk soal pembiayaan, kata Bambang, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara hanya sanggup menanggung 41,3 persen, sementara badan usaha milik negara 22,2 persen. Jadi masih ada gap yang belum terisi 36,5 persen. Kekosongan itu diharapkan diisi pihak swasta. "Kami berusaha memfasilitasi, baik melalui PPP (public private partnership) dan PINA (pembiayaan investasi non-anggaran pemerintah)," ucapnya.