TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Sumitro mengatakan rembesnya gula rafinasi ke hotel dan restoran yang diungkap polisi, merupakan indikasi lemahnya pengawasan pemerintah terhadap jalur distribusi komoditas tersebut. "Ini membuktikan sistem (penjualan gula) sekarang memang sangat mudah disalahgunakan," kata Soemitro kepada Tempo di Jakarta, Jumat, 3 November 2017.
Simak: 56 Hotel dan Cafe di Jakarta Diduga Membeli Gula Rafinasi
Menurut dia, selama ini memang gula rafinasi banyak rembes atau mengalir bukan pada sasarannya. Padahal, gula rafinasi hanya dibolehkan dijual untuk industri makanan dan minuman. "Sebenarnya penyimpangan gula rafinasi seperti fenomena gunung es. Yang tertangkap itu baru ujungnya. Di luar itu masih lebih banyak," ucapnya.
Ia memperkirakan gula rafinasi bisa rembes ke pasar gelap mencapai 500 ton. Adapun total impor gula rafinasi mencapai 3,2 juta ton tahun ini. Menurutnya, gula rafinasi bisa bocor ke pasaran, dari industri gulanya langsung, atau industri makanan dan minuman yang kembali menjual gula rafinasi ke pasaran.
Namun, peredaran gelap gula rafinasi memang sulit dilacak dalam waktu singkat. Terkadang, kata dia, banyak pihak saling lempar kesalahan atas rembesnya gula rafinasi ke pasaran. "Ujung-ujungnya gula rafinasi banjir terus (di jual bukan ke industri makanan dan minuman," katanya.
Baca Juga:
Menurut Soemitro, gula rafinasi ini harus dijual dengan sistem lelang yang transparan. Kementerian Perdagangan melalui Surat Keputusan Menteri Perdagangan nomor 684/M-DAG/KEP/5/2017 yang isinya telah menetapkan pengadaan gula kristal rafinasi (GKR) melalui skema lelang. PT Pasar Komoditas Jakarta (PKJ) pun telah ditunjuk selaku penyelenggara lelang.
"Memang harus melalui lelang, yang transparan agar semua tahu distribusinya kemana saja. Dan penjualannya harus terdata dengan baik," ucapnya.
Pada tanggal 13 Oktober 2017, penyidik Bareskrim Polri melakukan penggeledahan di PT CP di Kedaung, Cengkareng, Jakarta Barat. PT CP diduga melakukan pengemasan gula kristal rafinasi dalam bentuk sachet untuk kemudian di jual ke beberapa hotel mewah dan kafe di Jakarta.
Agung mengatakan gula kristal rafinasi dalam bentuk sachet tersebut dijual ke beberapa hotel mewah dan kafe di Jakarta dengan berat masing-masing enam sampai delapan gram. "Harga jual ke pihak hotel dan cafe per sachet itu Rp 130. Sementara gula kristal rafinasi dibeli dengan harga Rp 10.000/Kg," kata Agung.
Menurut Agung, polisi mengamankan barang bukti berupa 20 sak gula kristal rafinasi dari gudang dengan berat masing-masing 50 kg dan 82.500 sachet gula rafinasi siap konsumsi.
Saat ini penyidik sedang mengumpulkan keterangan ahli baik dari Kementerian Perdagangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Perlindungan Konsumen, serta melakukan pendalaman ke pihak distributor gula kristal rafinasi yang menjual kepada PT CP. Menurut dia barang bukti gula yang sudah dikemas sedang dilakukan pengujian di Laboratorium.
"Polisi juga sudah memeriksa 6 saksi atas penggeledahan gudang tersebut," ucap Agung. Agung menegaskan dalam satu sampai dua hari kedepan akan dilakukan gelar perkara untuk menetapkan tersangka dugaan penyimpangan penjualan gula rafinasi ini.
Pasal yang akan disangkakan yaitu pasal 139 jo pasal 84 dan Pasal 142 jo pasal 91 UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan, dan Pasal 62 Jo pasal 8 (1) huruf a UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 5 tahun.
IMAM HAMDI | KARTIKA ANGGRAINI