TEMPO.CO, Kutai Kertanegara -Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan meresmikan fasilitas produksi gas lapangan Jangkrik di area Fasilitas Penerimaan Darat (Onshore Receiving Facility/ORF) milik ENI Muara Bakau, di Kelurahan Handil Baru, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur pada Selasa, 31 Oktober 2017.
"Selamat kepada ENI, operator Blok Eni Muara Bakau. Ini luar biasa karena bisa lebih cepat enam bulan dari target," kata dia saat peresmian fasilitas produksi gas lapangan Jangkrik. Selain cepat, produksi gas dari perusahaan asal Italia itu juga melampaui target yang di pasang.
Pada awal produksi, Mei 2017, fasilitas itu menghasilkan 150 juta kaki kubik gas (mmscfd) per hari. Dalam waktu dua bulan, produksi yang dihasilkan meningkat sesuai target ke angka 450 mmscfd per hari. Menjelang peresmian fasilitas, produksi yang dihasilkan melejit ke angka lebih dari 600 mmscfd atau setara dengan 100 ribu barel setara mintak per hari.
Dengan adanya fasilitas itu, produksi yang dihasilkan bakal berkontribusi menaikkan lifting minyak dan gas bumi sebesar 5 persen secara nasional atau menjadi 2,1 juta barrel per hari. Adapun total lifting migas nasional sebelumnya adalah sebesar 2 juta barrel per hari. "Sebanyak 1,2 juta itu gas," kata Ignasius Jonan.
Selanjutnya, pemerintah menargetkan peningkatan penggunaan gas di dalam negeri. Tahun ini, alokasi gas di dalam negeri adalah sebesar 62 persen.
Fasilitas produksi lapangan Jangkrik merupakan bagian integrasi dari proyek pengembangan Kompleks Jangkrik yang dioperasikan oleh Eni Muara Bakau selaku Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Produksi gas dari Jangkrik bakal memasok LNG ke pasar domestik dan juga pasar ekspor, sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kebutuhan energi Indonesia.
Sebelumnya, Eni resmi menjadi operator Blok Muara Bakau pada tahun 2002. Blok Muara Bakau terletak di lepas pantai cekungan Kutei sekitar 70 km dari garis pantai Kalimantan Timur.
Penemuan cadangan gas pertama terjadi pada 2009 di Sumur Jangkrik-1. Berjarak sekitar 20 km dari Lapangan Jangkrik pada blok yang sama terdapat sumur Jangkrik North East yang ditemukan pada tahun 2011 dan kemudian diintegrasikan dalam satu rencana pengembangan lapangan (POD).
Pemerintah Indonesia menyetujui POD Lapangan Jangkrik pada tahun 2011 dan Lapangan Jangkrik North East pada tahun 2013. Persetujuan Lapangan Jangkrik North East melingkupi penggabungan pengembangan Lapangan Jangkrik yang dinamakan “Jangkrik Complex Project” (Proyek Jangkrik).
Proyek pengembangan Lapangan Gas Jangkrik diklaim telah menciptakan dampak berantai yang cukup besar seperti pabrikasi fasilitas pengolahan yang telah dikerjakan di Karimun, dan penyerapan tenaga kerja. Terdapat lebih dari seribu tenaga kerja selama fase proyek dengan 94,5 persen di antaranya adalah tenaga kerja Indonesia.