TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan, sudah meminta PT Bandarudara Internasional Jawa Barat (BIJB) menyiapkan opsi menawarkan pengelolaan bandar udara Kertajati di Majalengka pada PT Angkasa Pura II. “Kalau dipandang belum ada titik temu dengan PT Angkasa Pura II, laporkan ke pusat. Sambil juga mengemukakan alternatifnya,” kata dia di Bandung, Senin, 30 Oktober 2017.
Aher, sapaan Ahmad Heryawan mengatakan, pembicaraan antara PT BIJB dan AP II untuk mencari kesepakatan pengoperasian bandara itu tak kunjung menemukan titik temu. “Namanya kesepahaman itu kalau macet berarti ada sesuatu yang belum klop. Kalau kerja sama saling menguntungkan, pasti segera terjadi.
Simak juga: Kemenhub Gelontorkan Rp 240 Miliar untuk Bandara Kertajati
Oleh karena itu saya minta segera selesaikan dengan AP II. Kalau belum selesai juga segera laporkan ke pusat, ke induk semangnya ke Kementerian BUMN, Kementerian Perhubungan, termasuk Kementerian Koordinator Bidang Maritim, dan ajukan alternatifnya,” kata dia.
Menurut Aher, ada dua alternatif yang dimintanya segera dijajaki oleh PT BIJB . “Yaitu mengajukan untuk membuat BUBU (Badan Usaha Bandar Udara) sendiri, sudah ada contohnya di Batam membuat sendiri. Berarti segera memenuhi segala macam persyaratan izin pada Menteri Perhubungan untuk mengurus izin BUBU. Atau alternatif kedua bekerja sama dengan perusahaan lain yang juga punya BUB seperti AP II, di antaranya AP I,” kata dia.
Aher mengatakan, pembicaraan antara PT BIJB dan AP II yang berlarut-larut itu tidak menganggu proses pembangunan sisi darat Bandara Kertajati yang tengah dikerjakan oleh PT BIJB. “Ini tidak menggangu pembangunannya. Pembangunan jalan terus. Tapi kerja sama pengoperasiaannya juga harus segera disepakati,” kata dia.
Dia mengaku, kepentingan pemerintah provinsi sebagai pemegang saham PT BIJB itu agar bandara Kertajati secepatnya bisa beroperasi. “Kita sebagai provinsi, ingin cepat agar tahun depan bisa diresmikan Presiden. Bahkan kita bercita-cita lebih jauh lagi, yaitu kita ingin itu dijadikan embarkasi haji,” kata Aher.
Menurut Aher, terkatungnya pembicaraan antara BIJB dan AP II ini menjadi salah satu hal yang harus dibereskan selain membangun fisik bandara tersebut. “Tentu siapa yang mengelolanya dan bagaimana mengelolanya harus jelas dari sekarang. Dan sekarang sudah dijalin komunikasi, sudah lama dengan AP II. Kalau belum juga disepkati. Tentu kita akan lapor ke induk semangnya, ke pusat,” kata dia.
Aher mengakui, berlarutnya pembicaraan antara BIJB dan AP II ini berimbas pada target pemasaran Reksa Dana Penempatan Terbatas (RDPT) untuk mendanai sisa biaya pembangunan sisi darat bandara Kertajati. “Ini situasinya menggantung saja. Bukan berarti RPDT tidak jadi, dan dana yang ada juga relatif masih mencukupi. Makanya kita harus buru-buru ada exit. Kalau dengan AP II gak jadi, kita tawarkan ke AP I. Tapi harus lapor dulu ke pusat,” kata dia.
Sebelumnya Direktur Utama PT Bandarudara Internasinoal Jawa Barat (BIJB) Virda Dimas Ekaputra membenarkan tenggat penyelesaian uji tuntas atau Due Diligence sekaligus penandatangan kerjasama pengusahaan bandar udara Kertajati di Majalengka dengan PT Angkasa Pura II yang sedianya tuntas, Selasa, 17 Oktober 2017, sudah terlampaui. “Belum beres. Masih banyak dokumen-dokumen yang diminta Angkasa Pura II,” kata dia saat dihubungi Tempo, Selasa, 17 Oktober 2017.