TEMPO.CO, Jakarta - Realisasi penerimaan pajak dari sektor industri hingga triwulan III tahun 2017 mencapai Rp 224,95 triliun. Angka tersebut tumbuh 16,63 persen dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya. Data Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menunjukan bahwa kinerja sektor industri pengolahan nasional tumbuh positif tahun ini.
Bahkan capaian tersebut di atas dari sumbangan sektor perdagangan sebesar Rp 134,74 triliun, keuangan Rp 104,92 triliun, konstruksi Rp 35,4 triliun, informasi komunikasi Rp 32,19 triliun, pertambangan Rp 31,66 triliun, dan sektor lainnya Rp 156,19 triliun.
"Kami terus fokus menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi para investor di dalam negeri,” kata Menteri Perindustrian Erlangga Hartanto melalui rilis yang diterima Tempo di Jakarta, Ahad, 29 Oktober 2017.
Baca: Industri Retail Rontok, Ini Nasihat Chatib Basri
Menurut Airlangga, industri merupakan salah satu sektor strategis karena berperan penting dalam pembangunan nasional dan turut memacu pertumbuhan ekonomi. Sektor industri tidak hanya sebagai penyumbang terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB), manufaktur juga mampu memberikan kontribusi tertinggi melalui setoran pajak. “Aktivitas industri konsisten membawa multiplier effect yang signifikan bagi perekonomian di Indonesia."
Oleh karena itu, Airlangga berharap para pelaku usaha pun diharapkan dapat memanfaatkan berbagai paket kebijakan ekonomi yang telah diterbitkan oleh pemerintah dan bertujuan untuk kemudahan dalam menjalankan bisnis di Tanah Air.
Airlangga menjelaskan pembangunan sektor industri bukanlah sesuatu yang dapat diselesaikan secara mandiri oleh satu atau dua lembaga, tetapi membutuhkan komitmen kuat dari seluruh pemangku kepentingan mulai hulu sampai hilir. “Dari pembuat kebijakan hingga para pelaku industri itu sendiri,” ujarnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, industri pengolahan nonmigas memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB nasional pada triwulan II tahun 2017 dengan mencapai 17,94 persen. Sumbangan sektor lainnya, seperti pertanian, kehutanan, dan perikanan hanya sekitar 13,92 persen, konstruksi 10,11 persen, serta pertambangan dan penggalian 7,36 persen.
Merujuk data yang dirilis United Nations Statistics Division pada tahun 2016, Indonesia menempati peringkat keempat dunia dari 15 negara yang industri manufakturnya memberikan kontribusi signifikan terhadap PDB. Indonesia mampu menyumbangkan hingga mencapai 22 persen setelah Korea Selatan 29 persen, Cina 27 persen, dan Jerman 23 persen.
Dari 15 negara yang disurvei tersebut, sumbangsih Inggris 10 persen, sedangkan Jepang dan Meksiko di bawah Indonesia dengan capaian kontribusinya sekitar 19 persen. “Paradigma industri manufaktur global saat ini memandang proses produksi sebagai satu kesatuan antara proses pra produksi, produksi dan pasca produksi. Untuk itu, kita sudah tidak bisa lagi melihat produksi hanya di pabrik saja,” ujar Airlangga.
Pada semester I tahun 2017, ekspor industri pengolahan nonmigas mencapai US$59,78 miliar atau naik 10,05 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2016 sebesar US$ 54,32 miliar. Adapun ekspor industri pengolahan nonmigas ini memberikan kontribusi sebesar 74,76 persen dari total ekspor nasional pada semester awal tahun ini yang mencapai US$ 79,96 miliar.