TEMPO.CO, Jakarta -Wakil Ketua Ombudsman Republik Indonesia, Lely Pelitasari Soebekty mengungkapkan pihaknya telah menerima sejumlah laporan ihwal pengenaan peraturan uang elektronik atau e-money sebagai alat pembayaran jalan tol.
“Ada beberapa pengaduan terkait dengan biaya top up uang elektronik dan kekawatiran PHK para pekerja di jalan tol,” kata Lely yang ditemui di kantor Ombudsman Republik Indonesia, Rabu, 25 Oktober.
Ada beberapa poin yang disampaikan Ombudsman terkait dengan rencana penerapan kebijakan ini. Lely mengatakan bahwa berdasarkan pengaduan yang disampaikan masyarakat, pengaturan biaya isi ulang oleh Bank Indonesia (BI) dianggap kurang tepat karena tidak memberikan keuntungan bagi konsumen. Biaya isi ulang yang dikritisi adalah manakala bank penerbitnya berbeda.
Kemudian uang elektronik tidak mendapatkan bunga, jaminan keamanan, dan pengembalian (refund). Di sisi lain, masyarakat berpendapat bahwa bank memperoleh dana murah dari penjualan uang elektronik.
Lely menjelaskan bahwa sebagian besar masyarakat merasa penggunaan top up hanyalah alasan untuk kebutuhan investasi. UU yang mengatur tentang uang elektronik belum ada dan kebijakan ini dikritik mengenai substansi di dalam UU mata uang dibandingkan dengan UU Bank Indonesia dan peraturan Bank Indonesia itu sendiri.
Dengan adanya pengaduan-pengaduan tersebut, Lely menjelaskan bahwa Ombudsman telah memberikan beberapa saran kepada Bank Indonesia, Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) terkait regulasi tersebut.
Pemerintah harus melakukan edukasi secara terus menerus agar masyarakat paham bahwa penggunaan uang elektronik untuk transaksi di jalan tol dilakukan untuk kepentingan masyarakat banyak dan bukan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu.
“Pembayaran melalui uang elektronik adalah pilihan bagi masyarakat, bukan kewajiban,” kata Wakil Ketua Ombudsman Lely Pelitasari Soebekty.
Baca: Bank Indonesia: Fasilitas Top Up Disediakan di Gerbang Tol
Dalam penggunaan top up juga harus ada jaminan keamanan dalam konteks saldo di dalam uang elektronik. “Ini merupakan mitigasi, kalau-kalau terjadi gugatan dari masyarakat. Pemerintah juga harus menyiapkan skema peraturan yang isinya mungkin adalah perpu,” kata Lely.
Menanggapi pengaduan masyarakat yang disampaikan oleh Ombudsman, Deputi Bank Indonesia, Sugeng mengatakan bahwa akan mempertimbangkan masukan-masukan Ombudsman untuk bisa memberikan pemanfaatan yang baik kepada konsumen.
“Di dalam kerangka implementasi pelayanan yang baik, kami akan melakukan persiapan secara penuh agar masyarakat mendapatkan kenyamanan yang optimal,” kata Sugeng dalam kesempatan yang sama.
Sugeng juga menjelaskan bahwa penggunaan uang elektronik adalah murni untuk kepentingan masyarakat. Penggunaan uang elektronik untuk jalan tol diambil oleh Bank Indonesia untuk mendukung Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT).
“Dengan peningkatan kartu pembayaran nontunai sebesar 1 persen bisa meningkatkan PBB regional sebesar 0,08 persen. Jadi ini implikasinya sangat bagus untuk pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan,” kata Sugeng.
ZUL’AINI FI’ID N |MWS