TEMPO.CO, Jakarta - Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW) menyatakan sampai dengan kuartal ke II pertumbuhan economi Indonesia masih stagnan pada 5,1%. Menurut laporan Economi Insight: South-East Asia oleh ICAEW, terlepas dari pelonggaran kebijakan moneter, ekonomi Indonesia memiliki prospek pertumbuhan yang lamban.
“Untuk mendorong pertumbuhan hingga 6% sangat dibutuhkan kondisi politik dan permintaan domestik yang meningkat dari sebelumnya. Selain itu pertumbuhan tahun 2018, yang menargetkan defisit anggaran abisius 2,2% dari PDB sepertinya akan menimbulkan sejumlah resiko.” kata Priyankan Kishore, ICAEW Economic Advisor & Oxford Economic Lead Economist dalam keterangan yang diterima Tempo, Senin 23 Oktober 2017.
Baca Juga:
Pertumbuhan utama ekonomi saat ini ditopang 2,75 poin persen dari konsumsi rumah tangga, dengan pertumbuhan stabil 5% dari tahun ke tahun. Pertumbuhan ekonomi juga ditopang 0,6 poin persen dari netto ekspor yang menurun dan belanja konsumen yang menyusutan 1,9% konsumsi pemerintah dari tahun ke tahun.
Pertumbuhan yang stagnan dan melambat juga diakibatkan oleh perdagangan dunia yang menurun dan pertumbuhan impor. Hal tersebut berpengaruh pada prospek PDB yang melambat, signifikan terhadap konsumsi dan impor barang modal dibanding impor bahan baku.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Bank Indonesia, diantaranya adalah dengan pemotongan suku bunga berturut-turut. Salah satunya adalah pemberlakuan 7-Day Reverse Repo Rate pada bulan September, yang menurunkan suku bunga 4,75% menjadi 4,25%. Namun, hasil Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih tetap sama pada kuartal sebelumnya.
Menurut BI, adanya ruang pelonggaran kebijakkan moneter disebabkan oleh inflasi rendah, defisit transaksi rendah, dan pengurangan resiko ekternal. BI akan tetap memantau adanya resiko ekternal dan stabilitas mata uang, meskipun adanya kemungkinan adanya kelonggaran lebih lanjut akan tetap ada.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia harusnya dapat digenjot melalui investasi asing yang sudah melonjak hingga 5,4% pada kuartal ke II. Diharapkan melalui berbagai kebijakan ekonomi, mampu memulihkan kepercayaan investor pada indonesia, dimana sempat melamah pada tahun 2015.
Deny Poerhadiyanto, Head of Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW) mengatakan pentingnya Indonesia memiliki Undang-Undang Pelaporan Keuangan. Menurut dia, undang-undang ini bisa menjadi dasar para akuntan bekerja.
Sehingga, dengan pelaporan keuangan yang baik maka di antaranya akan mampu melihat angka pertumbuhan ekonomo nasional dengan lebih akurat. "Publikasi tentang laporan keuangan perusahan hanya berlaku untuk perusahaan go public dan Badan Usaha Milik Negara saja, belum menyentuh ke yang lain,” kata Deny ketika berkunjung ke kantor Tempo, Senin, 23 Oktober 2017.
Menurut Deny, Undang-Undang Pelaporan Keuangan menjadi dasar laporan keuangan untuk semua lini. "Karena tak semua laporan keuangan tersaji dengan baik, berpotensi juga terhadap angka pertumbuhan ekonomi, yang tak tercatat dengan baik," katanya.
HARMANI