TEMPO.CO, Jakarta - Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat menunda pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 sebelum disahkan di rapat paripurna, lusa, Rabu, 25 Oktober 2017. Pasalnya, tiga komisi belum melaporkan hasil pembahasan anggaran dengan mitranya.
"Komisi I, Komisi III, dan Komisi VI belum melapor kepada Badan Anggaran," kata pimpinan rapat Badan Anggaran bersama pemerintah, Azis Syamsudin, di DPR, Jakarta, Senin, 23, Oktober 2017.
Baca: Sri Mulyani: Defisit Anggaran dan Utang Masih Aman
Azis mengatakan ketiga komisi itu masih membahas anggaran dengan kementerian mitranya. Komisi I, Komisi III, dan Komisi VI diberi waktu menyelesaikan laporan pembahasan dengan mitra hingga 23.30 WIB.
Untuk itu, Azis menyarankan rapat ditunda hingga besok malam pukul 19.30 WIB. Sebab, Badan Anggaran harus menyetujui rancangan APBN 2018 sebelum rapat paripurna pada Rabu, 25 Oktober 2017.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyetujui usulan tersebut. "Kami sangat mendukung proses politik yang sekomplit mungkin sehingga menunggu tiga komisi menyelesaikan pembahasannya tentu merupakan hal yang bersifat baik," tuturnya. Ia pun berjanji menghubungi kementerian mitra Komisi I, Komisi III, dan Komisi VI untuk berupaya mencapai kesepakatan dengan mitranya dalam waktu sembilan jam ke depan.
Sebelumnya dalam sidang paripurna DPR, Rabu, 16 Agustus 2017, Presiden Joko Widodo menyampaikan nota keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018. Dalam sidang yang juga dihadiri para menteri Kabinet Kerja itu, Jokowi memaparkan asumsi makro sebagai dasar penyusunan RAPBN 2018.
Jokowi menyebutkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen. “Pertumbuhan ekonomi yang optimis tersebut akan dicapai melalui dukungan konsumsi masyarakat yang terjaga, peningkatan investasi, dan perbaikan kinerja ekspor dan impor," kata Jokowi, pada pertengahan Agustus silam.
Pada 2018, Jokowi berujar, pembangunan akan diarahkan untuk menumbuhkan ekonomi kawasan Maluku, Papua, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara. Hal itu ditempuh melalui peningkatan keterkaitannya dengan Jawa dan Sumatera yang selama ini menjadi penyumbang terbesar perekonomian.