TEMPO,CO. Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira Adhinegara mengatakan kinerja Utang Luar Negeri (ULN) kurang produktif dalam mendorong ekspor.
Bhima mengatakan, rasio utang terhadap ekspor menunjukkan penurunan selama tiga tahun terakhir. Padahal ia mengatakan sejak awal 2017 harga produk ekspor cenderung naik.
"Per 2014 rasionya 139,4 persen. Sekarang di triwulan dua 2017 melebar jadi 174,2 persen," kata Bhima kepada Tempo, Kamis 19 Oktober 2017.
Simak: INDEF: RAPBN 2018 Tiket Presiden Jokowi di 2019
Menurut Bhima, tren kenaikan rasio ULN per Agustus 2017 cukup mengkhawatirkan. BI menyatakan rasio ULN Indonesia terhadap PDB di akhir Agustus 2017 di kisaran 34 persen. Bhima mengatakan, terjadi kenaikan rasio ULN dari tahun ke tahun.
"Di 2012 masih 27,4 persen," kata dia.
Bhima mengatakan, pertumbuhan utang yang harus dicermati adalah sektor publik. Menurut data Bank Indonesia (BI) posisi ULN sektor publik pada Agustus 2017 tumbuh 9,5 persen dari tahun ke tahun. Pertumbuhan ini mencapai angka 174,9 miliar dollar AS.
"Angkanya terus mengalami peningkatan terutama berkaitan dengan pendanaan infrastruktur dan menutup defisit anggaran," kata Bhima.
Sementara itu Bhima mengatakan, utang sektor swasta per Agustus 2017 masih bisa terkontraksi. Hal ini meskipun terjadi kenaikan 0,1 persen dari bulan sebelumnya.
Menurut Bhima, situasi ini menandakan swasta masih belum menunda ekspansi di sepanjang 2017. Anggapan tersebut bisa dicocokan dengan pertumbuhan industri pengolahan yang tumbuh dibawah empat persen pada triwulan ke dua 2017.
Bhima memprediksi ULN sektor swasta diprediksi menurun di sisa waktu 2017. Penyebabnya adalah rupiah yang cenderung melemah terhadap dolar. Sedangkan swasta belum mengambil resiko di tengah permintaan domestik yang masih konsolidasi.
"Kalau swasta yang naik, artinya ekonomi bergeliat. Tetapi kalau sektor publik yang naik, bisa jadi defisitnya yang naik," ujarnya.
Menurut Bhima, potensi kenaikan fed rate menjadi faktor pertimbangan swasta dalam menambah utang. Selain itu tekanan dari likuiditas global juga memberikan pengaruh.
"Bunga obligasi global trennya naik," kata peneliti Indef ini.
ALFAN HILMI