TEMPO.CO, Jedah- Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Kerajaan Saudi Arabia bersepakat menyusun sistem baru bagi warga negara Indonesia (WNI) yang akan bekerja di sana. Sistem baru itu meliputi mekanisme satu pintu penerbitan visa kerja, penetapan tujuh jabatan tertentu bagi WNI yang bekerja di sektor domestik, penghapusan Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT), mekanisme perlindungan 24 jam dan lainnya.
Disamping itu, juga disepakati bahwa fungsi ketenagakerjaan pada perwakilan RI di Saudi Arabia memiliki kewenangan untuk melakukan penanganan langsung terhadap ekspatriat RI yang mengalami masalah.
“Jadi, kami bersepakat bahwa moratorium pengiriman PLRT dari Indonesia ke Saudi tidak akan pernah dicabut. Ini keputusan terbaik. Ke depan akan di bangun sistem baru dimana ekspatriat Indonesia yang bekerja di Saudi harus berdasarkan jabatan-jabatan tertentu,” ujar Menteri Tenaga Kerja M. Hanif Dhakiri saat menandatangani kesepakatan dengan Menteri Ketenagakerjaan dan Pembangunan Sosial Saudi Arabia Ali Bin Nasser Al-Ghufais di Jedah, Senin, 16 Oktober 2017.
Dalam kesempatan itu dicapai juga komitmen kedua negara untuk menyelesaikan berbagai permasalahan ekspatriat RI yang selama ini bekerja di Saudi Arabia sebagai bagian dari persiapan pelaksanaan sistem baru yang dimaksud. Mengenai moratorium, kedua negara bersepakat untuk tidak melakukan evaluasi yang bertujuan mencabutnya.
“Saya menggunakan istilah ekspatriat, ini atas saran dari Pak Dubes Agus Maftuh Abegebriel. Ini bukan sekadar ganti istilah baru, tapi lebih dari itu, di dalamnya tercermin tekad pemerintah untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi WNI yang akan bekerja di luar negeri,” ucap Hanif.
Sebagai Menteri Tenaga Kerja, Hanif menegaskan dirinya berkepentingan untuk mendorong kesadaran bangsa Indonesia menempatkan pasar kerja internasional sebagai salah satu pilihan kebijakan untuk mensejahterakan rakyat.
“Benar bahwa Indonesia memiliki kekayaan alam melimpah, yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Dan sebagai bangsa yang besar, sudah seharusnya pula memiliki rencana strategis mengembangkan pengaruh di seluruh dunia,” katanya.
Hanif melihat pasar kerja internasional sebagai pintu masuk untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia, sekaligus mengembangkan pengaruh Indonesia di tingkat dunia. Karena itu, ekspatriat Indonesia yang bekerja di luar negeri, harus dibekali dengan kompetensi yang handal.
“Ibu saya pernah bekerja sebagai TKW selama enam tahun di Saudi. Saya tahu betul bagaimana susahnya bekerja di luar negeri tanpa keterampilan. Menjadi komitmen saya untuk tidak lagi membiarkan anak-anak bangsa kita bekerja ke luar negeri tanpa skill. Itulah kenapa kesepakatan dengan pemerintah Saudi ini penting. Karena ke depan, dengan kesepakatan ini, hanya WNI yang memiliki kompetensi yang boleh bekerja di Saudi Arabia,” tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Kerajaan Saudi Arabia Agus Maftuh Abegebriel, menambahkan kedua negara menyepakati untuk mengupayakan penyelesaian berbagai masalah yang menimpa ekspatriat Indonesia yang selama ini telah bekerja di Saudi Arabia.
“Tadi, juga disepakati akan disusun mekanisme dan tim kerja bersama antar kedua negara, untuk menyelesaikan berbagai masalah ekspatriat Indonesia yang selama ini telah bekerja di sini. Selama ini penangan masalah ekspatriat Indonesia masih bersifat parsial, semata atas inisiatif sebagai wujud tanggung jawab perwakilan RI. Nah, selanjutnya harus komprehensif oleh kedua Negara,” kata Agus.
Hal lain yang ditekankan Agus, bahwa tidak boleh lagi ada kekerasan dalam semua bentuknya kepada ekspatriat Indonesia. “Untuk ke depan, saya tadi tegaskan kepada Menaker Saudi, tidak boleh lagi ada kekerasan dalam semua bentuknya kepada para ekspatriat Indonesia. Saya minta jaminan itu. Dan, tadi Menaker Saudi berkomitmen untuk melakukan tindakan tegas kepada siapapun yang melakukan kekerasan kepada ekspatriat Indonesia di Saudi,” katanya.
Direktur Jenderal Binapenta RI Maruli Apul Hasoloan menambahkan, setelah penandatangan kesepakatan ini, akan dilanjutkan pembahasan detail teknis pelaksanaan sistem baru oleh tim bersama kedua negara. Paling lambat dalam enam bulan ke depan, masing-masing tim akan melaporkan kepada Kementerian Ketenagakerjaan di kedua negara. Hasil kerja tim bersama ini akan menentukan apakah sistem baru tersebut layak diimplementasikan atau harus disempurnakan lagi sebelum dilaksanakan.
“Jangan dipahami setelah kesepakatan ditanda-tangani kedua menteri, lalu besok penempatan baru sudah bisa dilaksanakan. Masih ada tahap pembahasan teknis oleh tim dari kedua negara. Meskipun level teknis, bisa saja nantinya tim merekomendasikan untuk tidak dilakukan penempatan baru, jika dirasa tidak ada perlindungan yang lebih baik untuk ekspatriat kita di Saudi,” ujar Maruli. (*)