TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan data hasil ekspor dan impor Indonesia tahun 2017. Dari data tersebut, terungkap sektor nonmigas September 2017 mengalami penurunan ekspor jika dibandingkan dengan bulan Agustus 2017.
"Penurunan paling besar terjadi pada lemak dan minyak hewan atau nabati US$186,4 juta atau 9,06 persen," ujar Suhariyanto saat jumpa wartawan di Gedung BPS Pusat, Jakarta Pusat, Senin, 16 Oktober 2017.
Barang tersebut mayoritas diekspor ke negara India, Tiongkok, dan Pakistan.
Barang nonmigas yang mengalami penurunan terbesar selanjutnya, yakni, perhiasan atau permata sebesar 21,41 persen atau US$157,3 juta, pakaian jadi bukan rajutan 25,58 persen atau US$107,4 juta, dan barang-barang rajutan sebesar 16,55 persen atau US$64,0 juta.
"Untuk perhiasan negara tujuannya itu Singapuran, Swis dan Jepang. Sedangkan untuk pakaian jadi bukan rajutan itu Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman," ujarnya.
Namun demikian, Suhariyanto menjelaskan data ini merupakan month to month (bulan ke bulan). Sehingga, menurutnya, penurunan terjadi karena faktor musiman (season).
Ia menjelaskan yang ia maksud sebagai musim, yaitu yang bersifat global, seperti natal dan tahun baru yang dirayakan di semua negara. Hal ini akan mempengaruhi nilai ekspor month to month.
Suhariyanto memaparkan bahwa tidak hanya terjadi penurunan pada sektor nonmigas, beberapa barang juga ada yang mengalami kenaikan ekspor, antara lain bahan bakar mineral yang mengalami peningkatan tertinggi di sektor ini sebesar 10,66 persen atau US$182,8 juta.
Selama Januari-September 2017, secara kumulatif, terjadi kenaikan sebesar 23,81 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2016. Kenaikan ekspor tersebut terjadi pada komoditi lemak dan minyak hewan/nabati, bahan bakar mineral, peralatan listrik, perhiasan, pakaian jadi bukan rajutan, produk kimia, barang rajutan, bijih, kerak dan abu logam, bubur kayu, dan yang terakhir timah.
M JULNIS FIRMANSYAH