TEMPO.CO, Jakarta - Menurut data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik pada 16 Oktober 2017, negara Cina merupakan eksportir Indonesia yang terbesar, yaitu mencapai US$14.571,8 juta atau 13,02 persen. Sedangkan untuk urutan kedua ditempati Amerika Serikat dengan jumlah US$.12.823,3 juta atau 11,46 persen, dan Jepang sebesar US$10.599,8 juta atau 9,48 persen.
"Ekspor ke negara Tiongkok, dari Januari-September 2017 itu naik 40 persen dibandingkan tahun lalu dengan periode yang sama," ujar kepala BPS Suhariyanto saat jumpa wartawan di Gedung BPS Pusat, Jakarta Pusat, Senin, 16 Oktober 2017.
Simak: BPS Sebut Cina Masih Menjadi Tujuan Utama Ekspor
Lebih lanjut ia menjelaskan, kenaikan nilai ekspor juga diikuti naiknya nilai impor di periode dan tahun yang sama. Namun demikian, jumlah nilai impor yang naik sangat jauh jika dibandingkan dengan nilai ekspor, yakni hanya sebesar 12,88 persen.
Namun demikian, Suhariyanto menuturkan meskipun kenaikan nilai ekspor lebih tinggi jika dibandingkan kenaikan impor, Indonesia tetap mengalami defisit dengan Cina sebesar US$-10,243 miliar selama bulan Januari-September 2017.
"Kalau tidak mau mengalami defisit terus-terusan, kita perlu lakukan evaluasi barang yang kita impor untuk menaikan devisa," ujarnya.
Ia mencontohkan salah satunya dengan mengekspor barang jadi, bukan berupa bahan mentah. Sehingga nantinya ada nilai tambah dari barang yang diekspor. Hal ini dapat mengikis defisit tersebut.
Selain itu faktor harga dan kualitas juga perlu dibuat sekompetitif mungkin agar daya saing meningkat. "Peraturan dan birokrasi juga harus lebih dibenahi dengan dibuat lebih efektif," katanya terkait ekspor ke Cina.
M JULNIS FIRMANSYAH