TEMPO.CO, Bandung - Pemerintah Jawa Barat membantah telah melakukan pelarangan taksi online beroperasi. “Pemprov tidak mempunyai kewenangan membekukan penyelenggaraan taksi online karena itu merupakan kewenangan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Perhubungan," kata Kepala Balai Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya Wilayah III, Dinas Perhubungan Jawa Barat, M Abduh Hamzah dalam rilis yang dikirimkan Humas Pemprov Jabar, Selasa, 11 Oktober 2017.
Baca juga: Bos Go-jek Buka Suara Soal Jawa Barat Larang Transportasi Online
"Yang kami lakukan hanya mengusulkan melalui surat pada Presiden awal pekan ini terkait usulan penyelenggaraan angkutan sewa khusus/taksi online dan peraturannya,” katanya.
Menurut Abduh, surat pada presiden itu berisi tiga hal. Meminta Menteri Perhubungan menerbitkan aturan yang mengatur taksi online dengan prinsip kesetaraan dan keadilan dengan angkutan umum yang sudah ada, mengusulkan penataan kembali kebijakan aplikasi online pada Menteri Komunikasi dan Informatika, serta meminta aparat penegak hukum melakukan pengawasan dan pengendalian taksi online untuk menjaga situasi di lapangan.
Abduh mengatakan, yang dilakukan saat ini baru sebatas sosialisasi agar taksi online tidak beroperasi sementara menunggu terbitnya peraturan resmi setelah pembatalan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26/2017 yang mengatur taksi online oleh Mahkamah Agung. “Sambil menunggu revisi PM 26, kita mengambil langkah-langkah sosialisasi, konsolidasi dan koordinasi dengan pihak terkait,” kata dia.
Dia membenarkan, pertemuan yang berujung kesepakatan antara Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dengan Wadah Aliansi Aspirasi Transportasi (WAAT) Jawa Barat salah satunya meminta taksi online tidak beroperasi sebelum terbitnya aturan baru. Teknisnya akan dilakukan konsultasi dan koordinasi dengan kepolisian dan pemerintah pusat. “Saya sudah bicara dengan pengelola taksi online dan mereka siap melakukan itu. Imbauan untuk tidak melakukan operasi," kata dia.
Kesepakatan lainnya adalah semua pihak setuju menjaga keamanan, ketertiban, dan kenyamanan di lapangan. “Untuk itu pihak WAAT Jabar setuju menangguhkan aksi unjuk rasa dan mogok masal armada angkutan umum yang sedianya akan dilaksanakan 10-13 Oktober 2017,” kata Abduh. "Jadi dinamika angkutan online harus disikapi bijaksana. Demo dari WAAT mesti ditangguhkan karena apa yang disuarakan sudah diakomodir.”
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan, pengusaha angkutan umum dan pemerintah Jawa Barat menyepakati untuk bersama-sama mencari solusi keberadaan taksi online. “Tuntutan mereka tidak berlebihan karena itu wajar kalau diakomodir. Tuntutannya ingin diperlakukan sama,” kata dia di Bandung, Senin, 9 Oktober 2017.
Dengan kesepakatan itu, sekelompok pengusaha angkutan kota dan taksi yang sedianya akan menggelar unjuk rasa diikuti dengan aksi mogok mulai Selasa, 10 Oktober 2017, batal.
Aher mengatakan, pengusaha angkutan umum bersama pemerintah Jawa Barat bersepakat untuk memperjuangkan bersama meminta penerbitan peraturan yang mengatur keberadaan angkutan online pada pemerintah pusat. “Sebagai warga negara yang baik meminta kesetaraan perlakuan,” kata dia.
Menurut Aher, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26/20017 yang kemudian dibatalkan Mahkamah Agung dinilai sudah pas. “Di situ isinya kesetaraan semuanya, ada di peraturan tersebut. Tapi digugat, dibatalkan oleh MA, itu jadinya,” kata dia.
Wakil Ketua Organda Jawa Barat Husein Anwar membenarkan adanya kesepakatan yang diambil dalam pertemuan yang digelar di rumah dinas gubernur di Gedung Pakuan, Bandung, 6 Oktober 2017. “Betul, ada kesepakatan bersama. Intinya kita menuntut kesetaraan dan keadilan dengan adanya taksi online yang sampai saat ini belum terlaksana karena ada putusan MA yang membatalkannya,” kata dia.
Tiga poin kesepakatan, di antaranya agar angkutan taksi online tidak beroperasi dulu menunggu terbitnya aturan, teknis pengawasan akan dikoordinasikan dengan kepolisian dan pemerintah pusat.
Husein mengatakan, Organda sendiri meminta adanya keadilan dan kesetaraan dalam pengusahaan angkutan online itu. “Dari sisi pelayanan sebetulnya model baru yang patut ditangkap peluangnya sebagai peluang usaha baru, itu harus dimanfaatkan. Kita juga jangan berpikiran sempit,” kata dia. “Tapi harus ikuti aturan. Cuma masalahnya aturannya belum ada, masih di susun.”
Menurut Husein, Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 26/2017 yang dibatalkan Mahkamah Agung itu juga dinilai Organda tidak pas. Dia beralasan, penempatan taksi online sebagai angkutan sewa khusus tidak tepat. “Organda melihat lebih cocok dikategorikan sebagai taksi khusus, jangan di masukkan dalam kateogri angkutan sewa khsuus. Kalau taksi khusus, pemerintah punya kewenangan untuk menyetujui tarif walaupun harus melalui kesepakatan antar penyedia jasanya,” kata dia.