TEMPO,CO. Jakarta - Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak Kementerian keuangan Yon Arsal menyatakan penerimaan negara dari pajak sejak awal tahun hingga akhir September 2017 tumbuh negatif. Yon mengatakan pertumbuhan negatif ini disebabkan adanya penerimaan yang tidak berulang berupa uang tebusan & PPh Final Revaluasi.
“Pertumbuhan negatif ini juga disebabkan adanya beda waktu pencairan PPB dan PPh DTP (Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah) yang nilainya signifkan,” ujar Yon melalui siaran pers yang diterima Tempo, Senin, 9 Oktober 2017.
Baca: Soal Pajak, Pengusaha E-Commerce Ingin Perlakuan Setara
Total penerimaan pajak sejak awal tahun hingga akhir September lalu termasuk PPh migas sebesar Rp 770,7 triliun atau 60 persen dari target APBN-P 2017. Pertumbuhannya menurun 2,79 persen bila dibandingkan periode serupa tahun lalu.
Sedangkan penerimaan pajak di luar PPh migas sebesar Rp 732,1 triliun atau 59 persen dari target APBN-P 2017. Angka tersebut turun 4,7 persen ketimbang periode yang sama tahun lalu.
Dari PPh Non Migas didapat penerimaan sebesar Rp 418 triliun atau 56,3 persen dari target APBN-P 2017. Artinya ada penurunan 12,32 persen dibanding periode serupa tahun lalu.
Sementara itu untuk penerimaan PPN dan PPnBM hingga kuartal ketiga tahun ini mencapai Rp 307,3 triliun atau 64 persen dari target APBN-P 2017. Angka tersebut naik 13,7 persen ketimbang periode yang sama tahun lalu.
Melihat data tersebut, ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan Ditjen Pajak bakal kesulitan memenuhi target penerimaan pajak di akhir tahun nanti. Meskipun begitu, ia optimistis tetap ada peningkatan penerimaan pajak secara keseluruhan hingga ke angka 85 persen di akhir tahun.
Kenaikan penerimaan dari pajak itu berasal dari PPh nonmigas. Sedangkan untuk PPh Migas cenderung sulit meningkat karena melemahnya harga komuditas di pertengahan tahun 2017 ini.
Analis Universiteit can Amsterdam itu mengimbau kepada pemerintah untuk lebih realistis dalam menentukan target penerimaan di tengah kondisi perekenomian yang melambat. Jika tidak, hal itu hanya akan memberikan beban lebih besar kepada pemerintah di tahun-tahun kedepannya. “Pemerintah seharusnya bisa lebih akurat dalam penetapan target pajak atau nanti akan menimbulkan snow ball effect,” ujar Josua kepada Tempo.
Selain itu Josua juga mengimbau kepada pemerintah untuk bekerja lebih keras lagi dalam hal reformasi perpajakan. Hal ini khususnya dalam menambah jumlah wajib pajak yang terdaftar dan perluasan objek pajak.