TEMPO.CO, Jakarta - Ustad Yusuf Mansur dikenal sebagai dai kondang yang mempunyai banyak bisnis. Sebelum menjadi ustad yang sukses dalam berbagai bisnisnya, ia mengalami jatuh-bangun. Bahkan, dia sempat merasakan dinginnya lantai penjara.
Perjalanan bisnis Yusuf Mansur dimulai pada 1996. Saat itu, dia terjun di bisnis informatika. Bisnis itu kemudian gagal dan menyebabkan ia terlilit utang berjumlah miliaran rupiah. Gara-gara utang itu, dia harus mendekam di penjara selama dua bulan.
Setelah bebas, Yusuf Mansur kembali mencoba berbisnis tapi gagal dan terlilit utang lagi. Dia kembali masuk bui pada 1998. Selepas dari penjara, Yusuf kemudian berjualan es di Terminal Kalideres. Bisnis itu kemudian berkembang, hingga dia memiliki anak buah.
Nama Yusuf mulai dikenal pada 2000-an. Sejak saat itu, ia mulai mengembangkan usaha hotel, koperasi, hingga teknologi finansial. Bisnis teknologi finansial mulai dikembangkan pada 2013, yang diberi nama PT PayTren Asset Management. Sebelumnya, bernama PT Veritra Sentosa Internasional.
Yusuf mendirikan PT Veritra Internasional pada 10 Juli 2013, dan mendapat pengesahan dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, 31 Juli 2013. Pada awalnya, PT Veritra Internasional menyediakan layanan jasa keuangan dengan nama Virtual Payment atau V-Pay. PT Veritra Internasionalmenyediakan jasa pembelian pulsa, token listrik, dan sebagainya melalui gawai. Untuk mendaftar, pelanggan, yang kemudian disebut mitra, harus membayar Rp 275 ribu.
Nah, belakangan bisnis keuangan PayTren milik Yusuf ini dibekukan Bank Indonesia. Bersama dengan PayTren, BI juga membekukan izin uang elektronik tiga e-commerce, Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak.
Pembekuan PayTren berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/11/DKSP tanggal 22 Juli 2014 tentang Penyelenggaraan Uang Elektronik. Peraturan itu mewajibkan penerbit uang elektronik mendapatkan izin dari BI jika floating fund atau dana mengendap mencapai Rp 1 miliar.
Menanggapi itu, Yusuf Mansur mengatakan akan mengikuti aturan Bank Indonesia ihwal isi ulang uang elektronik melalui PayTren. Dia mengatakan aturan itu dibuat untuk kebaikan.
Menurut Yusuf, PayTren telah mendatangi Bank Indonesia sejak Maret 2014 untuk melaporkan pengajuan uang elektronik."Kami sudah menunggu izin itu dibuka. Kami sangat kooperatif karena kami membutuhkan izin untuk uang elektronik itu," ujarnya saat dihubungi Tempo, Sabtu, 7 Oktober 2017.
Dia melanjutkan, Bank Indonesia saat itu membatasi deposito Rp 10 juta, PayTren justru membatasi hanya Rp 5 juta. "Itu menunjukkan bahwa kami benar-benar berniat mengikuti aturan," katanya.
Menurut dia, ketika mengajukan izin pada Juli 2017, PayTren langsung lebih total mengikuti aturan. Termasuk aturan mitra baru yang tidak memperbolehkan deposit di awal.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan BI perlu mengevaluasi institusi yang menghimpun dana masyarakat melalui uang elektronik. Layanan tersebut harus dipastikan sesuai dengan aturan untuk melindungi konsumen.
Izin mengenai layanan uang elektronik diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/11/DKSP tanggal 22 Juli 2014 tentang Penyelenggaraan Uang Elektronik. Dalam aturan tersebut dinyatakan bahwa lembaga selain bank yang mengelola dana float Rp 1 miliar atau lebih, harus memohon izin sebagai penerbit uang elektronik. Dana float adalah dana mengendap yang masuk kategori kewajiban segera bank.
PayTren, Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak tercatat sudah mengelola dana float di atas Rp 1 miliar, tapi belum memiliki izin dari BI. Bank sentral pun memutuskan menghentikan layanan sementara hingga mengantongi izin.
Agus mengatakan proses pemberian izin akan berlangsung paling lama 90 hari. Waktu itu mulai dihitung setelah semua persyaratan dipenuhi e-commerce. Selama izin diproses, setiap lembaga masih bisa menjalankan transaksi, tapi tidak melalui uang elektronik. "Bisa tunai, debit, atau yang lain," ujarnya.
ROSSENO AJI NUGROHO
Ralat:
Berita ini telah mengalami perubahan pada hari Senin, 9 Oktober 2017 pada pukul 10.56. Sebelumnya pada paragraf keempat disebut PT Veritra Sentosa Internasional dan kemudian diralat menjadi PT Veritra Internasional. Berikutnya inisial perusahaan di berita semula yakni PT VSI diubah menjadi PT Veritra Internasional.