TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Sjarief Widjaja mengatakan Pulau Jawa masuk zona merah yang lautnya sangat dieksploitasi. Hal ini disampaikan saat membahas jumlah ideal kapal yang ada di laut dengan perbandingan jumlah stok ikan. "Maksimal itu 80 persen (jumlah kapal) dari stok ikan," ujarnya di gedung Mina Bahari II, Jakarta Pusat, Kamis, 5 Oktober 2017.
Terkait dengan penghitungan jumlah ideal tersebut, Sjarief menjelaskan, yakni dengan menghitung jumlah stok ikan, gross tonnage (GT) kapal penangkap dan dikali frekuensi kapal melaut dalam setahun serta jumlah kapal di daerah tersebut. Namun dia mengingatkan, penghitungan tersebut harus dibeda-bedakan menurut jenis ikannya.
"Ikan banyak jenisnya, alat tangkapnya juga beda, kapalnya juga beda-beda, yang disebut ideal itu antara stok ikan komoditas tertentu dengan kapal yang menangkap ikan tersebut," ujarnya.
Salah satu penyebab tidak idealnya jumlah kapal dengan stok ikan di Pulau Jawa, yaitu karena banyak tindak kecurangan perizinan kapal yang terjadi. Ia mengatakan di Pulau Jawa banyak nelayan yang menurunkan (markdown) GT atau total volume ruang di bawah geladak kapal dari yang seharusnya untuk mendapatkan izin. "Paling banyak di daerah Pantai Utara Jawa (Pantura)," kata Sjarief.
Selain tindak kecurangan markdown, ada yang melakukan pemalsuan surat izin, seperti menggunakan satu surat izin kapal untuk membuat lima kapal. Serta yang terakhir masuknya kapal eks-asing ke sistem perizinan kapal lokal di Direktorat Jenderal Daerah.
Ia mengklaim jumlah kecurangan tersebut mencapai 11 ribu unit pada 2017. Sjarief menjelaskan, tindak kecurangan meningkat karena saat ini kapal asing sudah dilarang di perairan Indonesia. Ia mengklaim di Marauke kenaikan stok ikan mencapai 1.000 persen.
Kondisi ini membuat banyak nelayan mencoba membuat kapal sebanyak-banyaknya agar bisa melaut. Jika hal tersebut tidak dicegah, ia khawatir stok ikan akan kembali merosot seperti saat kapal asing masih beroperasi.
Untuk menanggulangi hal ini, Sjarief menjelaskan, KKP akan melakukan shock therapy kepada para pelanggar jika dibutuhkan. Adapun ancaman hukuman bagi yang memalsukan ialah pidana penjara satu tahun atau denda Rp 800 juta sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perikanan.
M. JULNIS FIRMANSYAH