TEMPO.CO, Serang - Presiden Joko Widodo meminta semua pihak menunggu hasil perundingan pemerintah dan PT Freeport Indonesia terkait dengan jangka waktu penyelesaian divestasi 51 persen. Perundingan yang alot sempat tercium saat beredarnya kabar penolakan Freeport terhadap skema pembagian saham yang ditawarkan pemerintah Indonesia.
"Ini kan masih proses. Bu Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Menteri Keuangan, dan Menteri Koordinator Kemaritiman dalam satu tim nanti bertemu, namanya negosiasi, alot ya biasa," kata Jokowi setelah meresmikan pembangunan sejumlah PLTU di Serang, Banten, Kamis, 5 Oktober 2017.
Meski belum bisa memastikan kapan perundingan berakhir, ia meyakini hal itu akan berakhir pada keuntungan kedua pihak. "Secepat-cepatnya (selesai), sudah tiga tahun kita bicara ini. Tapi kan kita juga enggak mau kalau tidak dapat win (keuntungan). Sana (Freeport) win, sini (pemerintah) juga win."
Pria asal Solo itu tak gamblang menanggapi kemungkinan penolakan Freeport terhadap skema yang ditawarkan Indonesia. Jokowi tak ingin berandai-andai lantaran perundingan pihaknya dengan perusahaan tambang asal Arizona, Amerika Serikat, itu masih berjalan.
"Wong masih proses kok (bicara) kalau, seandainya, ya enggak bisa. Tolong semuanya membantu, juga berdoa agar apa yang kita inginkan itu betul-betul deal," tuturnya.
Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya memastikan perundingan dengan Freeport bukan soal saham, tapi tentang waktu perampungan divestasi. "Memang tadinya berunding kan, belum final. Kapan itu 51 persen (divestasi), itu jadi diskusinya, apakah 2021 atau lebih lambat lagi, itu kita lihat," kata Luhut setelah menghadiri Social Good Summit UNDP di Jakarta, Rabu, 4 Oktober 2017.
Ia menegaskan bahwa pemerintah Indonesia menuntut hak sesuai kontrak karya (KK) yang ditandatangani kedua pihak pada 1991. Dalam KK itu, Freeport diwajibkan melakukan divestasi saham sebesar 51 persen kepada Indonesia secara bertahap selama 20 tahun. Namun, hingga 2011, baru 9,3 persen saham Freeport yang bisa diklaim pemerintah.
YOHANES PASKALIS PAE DALE