TEMPO.CO, Jakarta--Bursa Efek Indonesia (BEI) akan mendorong perusahaan startup (rintisan) untuk melantai di bursa atau melakukan penawaran saham perdana (initial public offering/IPO). Direktur Utama BEI Tito Sulistio mengatakan tidak hanya perusahaan besar saja yang bisa mendaftar tapi juga perusahaan kecil.
"Kami akan support dan siapkan karpet merah," kata Tito saat menghadiri penawaran perdana saham PT Kioson Komersil Indonesia Tbk di Jakarta, Kamis, 5 Oktober 2017. Sebagai contoh, bursa efek memberikan dukungan kepada Kioson untuk melantai kendati dari aspek kinerja emiten ke-24 itu merugi.
PT Kioson Komersial Indonesia Tbk resmi tercatat di Bursa Efek Indonesia. Emiten berkode KIOS itu merupakan startup pertama yang melantai di BEI. Kioson adalah perusahaan teknologi penyedia jasa online to offline e-commerce. Platform atau aplikasi Kioson menghubungkan warung klontong atau eceran dengan konsumen.
Pada penawaran perdana, saham KIOS dibuka pada posisi Rp 450 per saham atau naik 50 persen dari penawaran awal Rp 300. Total saham yang dilepas sebesar 150 juta lembar atau setara 23,07 persen dari total saham perusahaan. Dari IPO itu, KIOS mengantongi dana sebesar Rp 45 miliar.
Tito menyatakan tidak khawatir bila kinerja KIOS merugi. Ia sudah mengetahui strategi perusahaan yang menargetkan pada tahun kedua akan meraup keuntungan. Di sisi lain, ia pun optimistis KIOS bisa terus berkembang. "Saya percaya janji (dua tahun meraih untung) bisa ditepati karena ada manajemen yang kuat," kata dia.
Tak hanya itu, Tito menyatakan, ada dua syarat utama sebuah perusahaan bisa go public. Syarat itu ialah legal secara administrasi dan selama lima tahun perusahaan punya rencana yang matang dan terpercaya. "KIOS sendiri kan sudah punya pendapatan," ucapnya.
Di luar strategi perusahaan, lanjut Tito, BEI tengah berkoordinasi dengan Ikatan Akuntan Indonesia untuk membuat aturan tentang menghitung (kapitalisasi) valuasi dari program startup. Pasalnya, di Indonesia program atau ide (intangible asset) yang dibuat startup tidak bisa dikonversi ke dalam angka sebagai valuasi perusahaan.
Padahal, menurut Tito, intangible asset itu bisa menjadi besar melebihi modal awal pendirian perusahaan. "Di luar negeri sudah ada aturannya," ucapnya. Bila upaya ini berjalan, ia optimistis langkah KIOS bisa diikuti oleh startup lainnya.
Direktur Utama Kioson Jasin Halim menerangkan punya alasan sendiri memilih melantai di bursa dibandingkan menerima suntikan dana dari modal ventura. Salah satu alasannya ialah karena tidak menemukan angka valuasi. "Kami sudah coba jalan utama (modal ventura), tapi IPO bukan hal tabu buat startup," ucapnya.
Lebih lanjut, PT Kioson sudah menyiapkan strategi untuk mendongkrak pendapatan selama dua tahun ke depan. Jasin menyatakan akan menambahkan jumlah kios dari saat ini 15.000 kios menjadi 30.000. Di 2018, Jasin mematok target merangkul 50.000 kios. "Kami juga akan mengembangkan produk-produk inovatif," ucapnya.
Mulai beroperasi pada 2015, Kioson mencatat omset sebesar Rp 25,9 miliar per 30 April 2017. Omset itu meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 4,7 miliar. Kioson sendiri mempunyai tiga fokus layanan, yaitu layanan digital dan payment point online bank, layanan keuangan, serta layanan e-commerce.
ADITYA BUDIMAN