TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah tidak tergesa-gesa dalam merumuskan lebih jauh rancangan undang-undang persaingan usaha. Terutama mengenai kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan istilah pihak lain.
Hal ini menyusul keputusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara nomor 85/PUU-XIV/2016 terkait uji materi Undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. "Pertama kami inginkan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) harus mengikuti hukum di Indonesia," kata Ketua Tim Ahli Apindo Sutrisno Iwantoro di Jakarta, Rabu, 4 Oktober 2017.
Baca: Marak Penipuan, KPPU: Persaingan di Industri Beras Tak Sehat
Menurut Sutrisno, dengan aturan yang ada selama ini, KPPU sebagai lembaga administratif negara bertindak layaknya hakim yang bisa memutuskan suatu perkara. Bahkan, KPPU memborong semua hal dalam hukum usaha, baik melaporkan, memeriksa dan memutuskan. "KPK saja hanya menuntut, dan tidak memutuskan," ujarnya.
Sutrisno meminta KPPU bisa menjamin keadilan dalam perkara yang ditangani. Jangan sampai, kata dia, justru merugikan salah satu pihak. Di sisi lain, dalam regulasi yang ada saat ini tentang persaingan usaha juga tidak jelas mengenai poin kartel. "Apa yang dimaksud dengan konsep kartel. Pembuktiannya pada apa belum julas," katanya. "Mengenai marger juga kami belum mengerti."
Selain itu, Apindo juga menyoroti istilah pihak lain dalam Undang-undang tersebut. Pihak lain, kata dia, orang yang melakukan tender yang bersifat horisontal. "Jangan sampai ada yang bersifat vertikal, karena pemerintah menjadi panitia tender yang bekerja sama dengan pengusaha yang menjadi peserta. Itu sudah masuk ranah pidana."
Apindo, kata dia, akan menyiapkan yudisial review jika sejumlah pasal tidak sesuai dengan kondisi saat ini. "Terutama KPPU dan penjelasan maksud pihak lain dalam aturan yang lama."
Ketua Indonesia Competition Lawyers Asosiation Asep Ridwan mengatakan agar pemerintah mempertimbangkan banyak hal dalam mengkaji RUU persaingan usaha. Menurutnya, jenis kelamin atau status KPPU memang tidak diuji. Namun, MK dalam menguji putusan tersebut memberikan pertimbangan hukum. "Di sana disebutkan KPPU sebagai lembaga administratif di bawah eksekutif," ujarnya.
Dengan demikian, kata Asep, karena di bawah lembaga eksekutif artinya KPPU bukan lembaga peradilan. "Selama ini selalu mempraktekan seolah-olah (KPPU) seperti lembaga peradilan. Upaya hukum pun seolah-olah disebut banding."
Asep menegaskan berdasarkan keputusan MA pada perkara Indomobil pada 2002, sudah sangat jelas bahwa KPPU bukan lembaga peradilan. Artinya, kata dia, dua keputusan tersebut memperjelas kelamin KPPU, bukan sebagai lembaga yang bisa memutuskan. "Kami sangat mengakui kelembagaan KPPU. Tapi, concern kami KPPU sebagai lembaga administratif, bukan seperti lembaga peradilan."