TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mengatakan manajemen PT KAI Commuter Jabodetabek atau KCJ seharusnya mempunyai strategi yang sangat berguna saat kondisi darurat, seperti ketika kereta komuter (KRL) anjlok pada Selasa, 3 Oktober 2017.
“Bagaimana mengamankan konsumen. Jangan sampai korban diturunkan di tengah perjalanan karena hal itu menyulitkan bagi konsumen yang single trip,” katanya, Selasa.
Baca juga: Kereta Anjlok di Manggarai, Penumpang Berlompatan dari KRL
Menurut Tulus, anjloknya KRL KA 1507 rute Bogor-Angke di wilayah Stasiun Manggarai menandakan keamanan dari KRL masih minim. “KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) segera mengusut anjloknya KRL dan mengumumkan kepada publik apa penyebabnya,” ucapnya.
Sebelumnya, ribuan penumpang KRL terpaksa mencari angkutan alternatif menyusul insiden kereta anjlok di Stasiun Manggarai pada pukul 07.40 hari ini.
Salah satu penumpang KRL, Indah, karyawati swasta, memutuskan turun dari kereta relasi Bogor-Angke setelah kereta yang ditumpanginya tidak bergerak selama 30 menit. "Kan enggak tahu berapa lama kereta bisa berangkat lagi," ujar perempuan 36 tahun itu di Stasiun Manggarai.
Indah keluar dari KRL setelah pintu dibuka secara manual. Ia terpaksa melompat karena tinggi gerbong dengan tanah sekitar 1,5 meter. Kakinya langsung berpijak di atas bebatuan rel. Ia mengambil telepon seluler, lalu memotret suasana keriuhan penumpang lain, yang juga berlompatan turun.
Menurut peneliti Institut Studi Transportasi, Deddy Herlambang, kerugian jelas berimbas pada semua pengguna, terlebih bagi pegawai yang kantornya menerapkan sistem absensi potong gaji.
“Rugi material, ya, pasti. Kita pakai moda transportasi lain, jelas biaya lebih mahal, semisal pindah moda. Naik ojek, taksi, bajaj, atau bus ada biaya tambahan. Belum lagi terlambat kerja,” ucapnya. Akibat anjloknya kereta komuter ini, banyak perjalanan kereta yang terhambat.