TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah diminta untuk menambah porsi pengembang swasta dalam pembangunan pembangkit listrik 35 ribu MW agar megaproyek tersebut bisa beroperasi tepat waktu dan meminimalisir beban risiko PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APSLI), Ali Herman Ibrahim, mengatakan agar tepat waktu dan mengurangi pengeluaran uang negara, pemerintah perlu mengurangi porsi PLN dan mengalihkannya ke swasta.
"Pemerintah perlu memberikan ketegasan soal ini. Jika PLN tidak mampu, kita (pengembang swasta) siap untuk membangun," katanya pada Senin, 2 Oktober 2017.
Baca: PLN Tambah Listrik 630 MW di Bekasi, Bagaimana dengan Meikarta?
Menurutnya, pengembang swasta bisa lebih cepat dalam membangun karena tidak terbentur dengan birokrasi yang panjang, seperti yang dialami PLN. Selain itu, pengembang juga bisa lebih mudah mendapatkan pendanaan yang lebih cepat.
Saat ini, dominasi pengembang listrik swasta (independent power producer/IPP) dalam pembangunan megaroyek itu sebesar 25 ribu MW, sedangkan porsi PLN mencapai 10 ribu MW.
Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), 15 ribu MW akan selesai pada 2019 dan sisanya akan diselesaikan hingga 2025.
Dari data PLN, pembangunan pembangkit listrik 35 ribu megawatt membutuhkan biaya Rp 1.200 triliun, dengan porsi swasta mencapai Rp 615 triliun dan PLN Rp 585 triliun yang terdiri dari Rp 200 triliun untuk pembangkit dan Rp 385 triliun untuk transmisi.