TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Development Economic and Finance (Indef) menyarankan pemerintah membatalkan lelang gula rafinasi untuk industri makanan dan minuman. Direktur Indef Enny Sri Hartati mengatakan lebih baik pemerintah mengembalikan distribusi gula ke produsen langsung.
"Kalau gula rafinasi dilelang, ini bagaimana identifikasinya? Dan itu tidak menyelesaikan masalah," katanya di Jakarta, 30 September 2017.
Dia menuturkan rencana pemerintah melakukan lelang bertujuan agar pembelian gula rafinasi terlihat transparan. Padahal cara tersebut tidak akan sesuai dengan kenyataannya untuk membuat lelang menjadi transparan.
Terlebih, kata dia, dengan cara lelang, banyak industri kecil yang tidak mampu membeli gula rafinasi. Sebab, gula yang dilelang untuk setiap penjualan minimal 1 ton. "(Industri) yang tidak mampu tidak bisa membeli gula dalam jumlah sebesar itu," ujarnya.
Selain itu, Enny menyayangkan banyaknya petani dan konsumen gula yang diiringi maraknya mafia industri tersebut. "Bahkan pemerintah yang menyatakan sendiri banyak mafianya," ucapnya. "Harga gula di Indonesia 1,8 kali lipat dari harga internasional. Kalau harganya mahal, petaninya secara teori seharusnya diuntungkan."
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Bidang Kebijakan Publik Danang Girindrawardana menolak sistem lelang gula rafinasi yang akan diterapkan pemerintah. Selain itu, dia menilai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16 Tahun 2017 mengenai perdagangan gula rafinasi kristal melalui pasar lelang cacat administrasi. "Seharusnya mengacu pada peraturan presiden," tuturnya.
Selain itu, proses lelang gula rafinasi hanya menguntungkan penyelenggara lelang dan hanya berpotensi menciptakan makelar gula di setiap kabupaten/kota. Makelar tersebut, kata dia, yang mencari keuntungan dengan mengumpulkan industri atau usaha kecil dan menengah, yang tidak mampu membeli gula dalam jumlah 1 ton. "Sama saja menciptakan makelar (proses lelang gula rafinasi," katanya.
IMAM HAMDI