TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah berencana untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 8,9 persen pada 2018. Hal ini mendapat reaksi keras dari para pelaku industri tembakau di Tanah Air.
Baca: Gerakan Pemuda Ini Mendukung Pemerintah Naikkan Cukai Rokok
Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Budidoyo, mengatakan penaikan tarif cukai hasil tembakau dianggap tidak rasional dan membebani industri rokok.
“Kami yakin bahwa pemerintah juga sudah mengerti kalau industri dalam fase penurunan. Kenapa mau meningkatkan tarif cukainya tinggi? Ini sama dengan tidak ada peluang bagi industri hasil tembakau untuk hidup,” ujarnya, Jumat, 29 September 2017.
Saat ini, industri hasil tembakau dalam keadaan terpuruk karena volume produksi terus menurun setiap tahun. Pada 2016 sudah turun 6 miliar batang, begitu juga tahun ini diprediksi turun 11 miliar batang.
Menurut Budidoyo, penaikan tarif cukai pada tahun ini sebesar 10,5 persen yang menyebabkan volume industri anjlok hingga 2 persen, seharusnya menjadi bahan pertimbangan jika cukai dinaikkan terlalu tinggi.
“Pemerintah seharusnya tidak hanya bergantung pada cukai tembakau sebagai sumber penerimaan cukai, terutama di tengah lesunya kondisi industri tembakau tahun ini,” ujarnya menegaskan.
Jika terjadi kenaikan tarif cukai yang tinggi akan berdampak pada industri tembakau, mengingat industri tembakau merupakan industri padat karya yang melibatkan jutaan orang dari hulu hingga hilir, di samping sebagai sumber utama penerimaan cukai negara.
“Perlu diingat bahwa rantai industri hasil tembakau panjang, bukan hanya pabrikan rokok saja. Saat industri mengalami penurunan, yang akan terkena dampaknya bukan cuma pabrikan, tapi juga pekerja di pabrik rokok, petani cengkih, dan petani tembakau yang totalnya mencapai lebih dari 6 juta orang,” tuturnya.
Budidoyo berharap pemerintah menetapkan kebijakan yang rasional tentang cukai rokok dengan mempertimbangkan kelangsungan bisnis industri tembakau.