TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan, untuk membangun perusahaan dan membuatnya berkembang, memang diperlukan utang. Dia menanggapi bocornya surat Sri Mulyani tentang kinerja Perusahaan Listrik Negara.
Rini menjawab pertanyaan apakah PLN akan menjadi beban di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. "Yang paling utama saat melakukan investasi (dengan utang), asetnya itu harus berharga," ujarnya.
Dia mengakui, saat ini, perusahaan BUMN banyak yang berutang, tapi dengan melakukan leveraging lebih dulu, yakni memperkirakan kemampuan perusahaan dalam mengambil beban utang. Rini mencontohkan, aset berharga yang dibangun dengan berutang bisa berupa pembangkit listrik (power plant), yang bisa memproduksi listrik dengan harga terjangkau dan memadai. "Sehingga, kalau perlu aset itu kita jual, tidak masalah. Ini yang sedang kita lihat," ucapnya.
Pernyataan Rini tersebut sekaligus menanggapi Surat Menteri Keuangan beromor S-781/MK.08/2017 tanggal 19 September 2017, yang bocor ke publik.
Salah satu poin yang dibahas dalam surat tersebut adalah kekhawatiran Sri Mulyani terhadap kondisi keuangan PLN. Menurut dia, PLN menghadapi risiko gagal bayar utang dan saat ini harus menuntaskan proyek pengadaan listrik 35 ribu megawatt.
Namun, Rini menjelaskan, dari 35 ribu megawatt tersebut, PLN hanya memiliki 9.000 megawatt. Sisa pembangunan infrastruktur 25 ribu megawatt merupakan independent power plant, yang rencananya akan ditawarkan ke investor asing.
M JULNIS FIRMANSYAH