TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menanggapi surat Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada Perusahaan Listrik Negara. Menurut Rini, surat Sri Mulyani itu adalah hal yang wajar.
Sebagai bendahara negara, kata Rini, lumrah bila Sri Mulyani mengingatkan kerugian di instansi yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. "Yang harus dijaga adalah bagaimana kita meresponnya dengan baik dan bertanggung jawab," ujar Rini usai menjadi pembicara di seminar BUMN di Shangri La Hotel, Jakarta, Kamis, 28 September 2017.
Menurut Rini, PLN yang merupakan perusahaan BUMN terbesar memiliki aset Rp1.300 triliun dan memiliki tanggung jawab dan banyak proyek besar. Sehingga mendapatkan sorotan khusus dari instansi pengawas keuangan.
Namun demikian, Rini tetap mengingatkan kepada PLN untuk tetap mencari pembiayaan yang masuk akal untuk proyek-proyek yang saat ini sedang dijalankannya. Sebelumnya, Surat Menteri Keuangan Nomor: S-781/MK.08/2017 tanggal 19 September 2017 bocor ke publik. Di surat tersebut Sri Mulyani mengaku khawatir dengan kondisi keuangan PLN.
Baca: Tanggapi Surat Sri Mulyani, Luhut Evaluasi Target Listrik
Menurut dia, PLN menghadapi risiko gagal bayar utang. Salah satunya disebabkan oleh pertumbuhan penjualan listrik yang tidak sesuai harapan. Sementara pemerintah menetapkan tarif listrik tidak boleh naik. Pemerintah juga menggenjot PLN menuntaskan proyek pengadaan listrik 35.000 megawatt.
Setelah beredarnya surat itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan kemarin menyatakan akan mengevaluasi target proyek pembangkit listrik 35 ribu MW. Ia menanggapi surat Sri Mulyani yang memperingati resko fiskal pembiayaan PT PLN dalam membangun pembangkit listrik.
Luhut mengatakan, proyek pembangkit listrik 35 ribu MW itu didasarkan pada asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 6-7 persen. “Begini, (proyek pembangkit listrik) 35 ribu MW itu dengan asumsi waktu itu pertumbuhan ekonomi 6-7 persen. Sekarang pertumbuhan ekonomi kita akan 5-6 persen,” kata dia di Bandung, Rabu, 27 September 2017.
Berdasarkan laporan yang diterimanya dari perkembangan pembangunan pembangkit itu, hingga 2019 itu akan rampung setara 20 ribu MW sampai 22 ribu MW. “Sisanya itu kira-kira 13 ribu MW (dalam posisi) under-construction,” kata dia.
Luhut mengatakan, penyesuaian yang akan dilakukan itu pada targetnya dengan alasan jika dipaksakan tuntas 35 ribu MW malah akan menjadi beban. Evaluasi yang dilakukan pada proyek pembangkit itu tidak berhubungan dengan upaya pemerintah menjaga tarif listrik.
M JULNIS FIRMANSYAH