TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan akan mengevaluasi target proyek pembangkit listrik 35 ribu MW. Ia menanggapi surat Menteri Keuangan Sri Mulyani yang memperingati resko fiskal pembiayaan PT PLN dalam membangun pembangkit listrik.
Luhut mengatakan, proyek pembangkit listrik 35 ribu MW itu didasarkan pada asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 6-7 persen. “Begini, (proyek pembangkit listrik) 35 ribu MW itu dengan asumsi waktu itu pertumbuhan ekonomi 6-7 persen. Sekarang pertumbuhan ekonomi kita akan 5-6 persen,” kata dia
di Bandung, Rabu, 27 September 2017.
Berdasarkan laporan yang diterimanya dari perkembangan pembangunan pembangkit itu, hingga 2019 itu akan rampung setara 20 ribu MW sampai 22 ribu MW. “Sisanya itu kira-kira 13 ribu MW (dalam posisi) under-construction,” kata dia.
Luhut mengatakan, penyesuaian yang akan dilakukan itu pada targetnya dengan alasan jika dipaksakan tuntas 35 ribu MW malah akan menjadi beban. Evaluasi yang dilakukan pada proyek pembangkit itu tidak berhubungan dengan upaya pemerintah menjaga tarif listrik.
Masalah pasokan listrik yang tersisa saat ini, ujar Luhut, untuk daerah-daerah yang membutuhkan pasokan dalam skala kecil. “Di Jawa, listrik sudah tidak ada maslaah karena interkoneksi sudah bagus. Sumatera hampir tidak ada masalah, Medan yang tadinya selalu ada masalah, sudah hampir selesai. Yang menjadi isu kita sekarang adalah daerah-daerah kecil yang (membutuhkan listrik) 5 MW, 2 MW, 1 MW itu yang jadi isu,” kata dia.
Luhut meminta, PLN profesional. "Presiden selalu menekankan kepada kepentingan rakyat kecil harus memberikan harga listrik yang bagus, dan juga untuk industri sama juga.”
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyurati Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kementerian Badan Usaha Milik Negara tentang risiko fiskal pembiayaan PT PLN dalam membangun pembangkit listrik 35.000 megawatt.
Menanggapi surat tersebut, pihak Kementerian BUMN menyatakan Surat Menteri Keuangan Nomor: S-781/MK.08/2017 tanggal 19 September 2017 merupakan perhatian dari Kementerian Keuangan atas penerapan tata kelola yang pruden dan sehat, dalam bentuk pemberian awareness adanya potensi risiko sehingga dapat disiapkan mitigasi yang tepat agar Program dapat tereksekusi dengan baik. Surat dari Menteri Keuangan Sri Mulyani itu diduga bocor dan pihak Kemenkeu akan menyelediki siapa pelaku pembocornya.
AHMAD FIKRI