TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) dijadwalkan mendengarkan penjelasan Bank Indonesia soal pengenaan biaya isi ulang uang elektronik atau E-Money hari ini, Rabu, 27 September 2017.
Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Dadan Sumawiharja, mengatakan lembaganya sebagai badan pengawas penyelenggaraan pelayanan publik memberi perhatian serius terhadap pelayanan transaksi non tunai yang diduga ada maladministrasi dalam kewajiban transaksi non tunai dan pengenaan biaya pada uang elektronik.
Seperti diberitakan sebelumnya, pengacara David Tobing mengadukan Gubernur Bank Indonesia (BI) karena diduga melakukan maladministrasi.
Baca: Penerapan Biaya Top Up E-Money, OJK: Tidak Boleh Sembarangan
David mengatakan, kebijakan BI yang membebankan baya pengisian uang elektronik ke konsumen sebesar Rp 1500-Rp 2000 dinilai mencerminkan keberpihakan pada pengusaha, serta pelanggaran hukum dan peraturan perundang-undangan.
“Kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan ketidakadilan dan diskriminasi bagi konsumen,” ujarnya.
David menilai, kebijakan tersebut akan memberi keuntungan bagi pelaku usaha, seperti dana pihak ketiga yang diperoleh bank akan meningkat dan lembaga perbankan yang menerbitkan uang elektronik tersebut mendapatkan dana murah dan gratis karena jenis uang tersebut tidak berbunga.
Baca: Himbara Gratiskan Top Up E-Money di Bank Penerbit, Antar-Bank?
“Uang elektronik mengendap di bank dan tidak memperoleh bunga serta tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan, dan jika kartu hilang maka uang yang tersisa di kartu akan hilang dan terakhir, semestinya konsumen mendapatkan insentif bukan disinsentif dalam pelaksanaan program careless society,” ungkapnya.
Dia mengatakan, jika BI atau pihak perbankan berkilah bahwa pengenaan biaya isi ulang tersebut akan digunakan untuk biaya perawatan, maka alasan itu menurutnya berlebihan. Pasalnya, pihak pengusaha semestinya sudah memiliki modal untuk melakukan biaya perawatan tanpa harus dibebankan kepada konsumen.
David berharap laporannya ke Ombudsman segera ditindaklanjuti dan lembaga itu bisa memberikan rekomendasi kepada Bank Indonesia untuk membatalkan rencana penerbitan kebijakan pengenaan biaya untuk isi ulang uang elektronik atau E-Money dan melindungi hak konsumen.