TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik atau BPS merangkul India untuk mencatat potensi transaksi penjualan online atau e-commerce di Indonesia. "Kami sudah tangkap besaran ekonominya penjualan online yang semakin berkembang. Kami punya grup sendiri untuk mencatat itu (transaksi e commerce)," kata Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta, Selasa, 26 September 2017.
Simak: Hari Statistik Nasional, BPS: Tak Semua Pihak Senang Data Kami
Untuk tahap awal, BPS telah membagi menjadi dua sistem penjual online, yakni formal dan informal. Penjual online formal, kata dia, dilakukan oleh situs online seperti Lazada, Zalora, Tokopedia dan lainnya. Sedangkan, penjualan online informal seperti masyarakat yang menjual produknya melalui media sosial seperti Instagram, Facebook dan lainnya.
"Yang formal nanti bisa dihitung secara statistik, tapi informanya belum sepakat untuk penghitungnya," ujarnya. "Yang formal datanya sedikit-sedikit sudah mulai masuk," ucapnya.
Menurutnya, transaksi melalui online sudah tidak bisa dibendung. Ke depan, jumlah yang menggunakan situs online untuk melakukan transaksi jual beli akan semakin tinggi.
Berdasarkan survei BPS 15 persen dari 10 ribu rumah tangga sudah melakukan transaksi atau belanja online. "Namun, memang barang yang dibeli masih terbatas, seperti pesan tiket, hotel, elektronik seperti handphone. Belum kepada kebutuhan pokok," ujarnya.
Suhariyanto melihat cara perdagangan online lebih diminati karena barang yang dijual lebih murah. BPS menilai hal itu disebabkan tidak adanya biaya untuk menyewa tempat, dan pembeli tidak perlu menggunakan transportasi. "Sebab, barang diantar."
IMAM HAMDI