TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang Zulkifli Rasyid mengatakan keberadaan beras medium mulai langka semenjak pemerintah menerapkan harga eceran tertinggi. "Sudah dua pekan langka. Barangnya tidak ada di lapangan," kata Zulkifly saat dihubungi Tempo di Jakarta, Senin, 25 September 2017.
Adapun batas toleransi penerapan HET beras jenis medium dan premium mulai diberlakukan hari ini. HET beras yang telah ditetapkan pemerintah di daerah Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi, untuk jenis medium Rp 9.450 per kg, sedangkan yang premium Rp 12.800.
Simak: Kasus dan Kisruh Beras Oplosan, KPPU: Mata Rantai Harus Dirombak
Untuk di Sumatera (selain Lampung dan Sumsel), Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan, HET beras medium Rp 9.950, premium Rp 13.300. Sedangkan, di Kalimantan dan Maluku HET beras medium Rp 10.250, premium Rp 13.600. Dari harga yang telah ditetapkan ada perbedaan Rp 800 di Kalimantan dan Maluku untuk beras medium, dengan HET di pulau Jawa.
Menurutnya, pedagang pasrah dengan harga tertinggi yang telah ditetapkan pemerintah. Namun, para pedagang meminta pemerintah memastikan suplai beras jenis medium yang sudah mulai langka ada di pasaran. "Katanya pemerintah masih punya stok 1,7 juta ton. Keluarkan. Jangan sampai langka seperti ini," ucapnya.
Ia menuturkan untuk pasokan beras premium di PIBC stoknya masih cukup aman. Musababnya, harga beras premium saat ini masih sekitar Rp 10-11 ribu. "Beras premium masih di bawah HET," ujarnya.
Menurut Zulkifli, dari total 3.000 ton suplai berbagai jenis beras di PIBC, sebanyak 70 persen berasal dari permintaan beras medium. Namun, saat ini para pedagang beras di Cipinang banyak yang tidak menjual karena harganya jenis medium cukup tinggi.
Untuk mengatasi masalah ini, kata dia, seharusnya pemerintah melakukan operasi pasar beras ke PIBC. "Keluarkan stok beras medium jika memang ada. Kalau bisa jual seharga Rp 8.000-8.200 per kg," ujarnya. "Pemerintah mesti turun untuk mengatasi kelangkaan ini."
IMAM HAMDI