Balai Taman Nasional Ujung Kulon (BTN-UK) mengadakan serangkaian kegiatan dalam rangka memperingati Hari Badak Sedunia (World Rhino Day/WRD) 2017, 22-24 September 2017. Kegiatan yang melibatkan komunitas, lembaga swadaya masyarakat, hingga masyarakat ini dimaksudkan untuk mendukung upaya pelestarian badak Jawa. Kali ini, rangkaian acara bertema kampanye konservasi dengan kegiatan seperti lomba lintas alam, canoing, trekking serta penanaman tumbuhan pakan badak Jawa dan mangrove.
TNUK merupakan satu-satunya habitat populasi badak Jawa (rhinoceros sondaicus) di dunia, dan masuk dalam target peningkatan populasi 25 jenis satwa terancam punah prioritas (sesuai Red List of Threatened Species - IUCN), sebesar 10 persen dari baseline data tahun 2013 (peningkatan sebesar 2 persen per tahun).
Berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan menggunakan video trap menunjukkan peningkatan jumlah individu rata-rata 5 persen per tahun. Sebanyak 13 individu badak Jawa yang lahir dalam periode 2013-2017, menjadi berita yang menggembirakan dan penyemangat dalam upaya konservasi satwa ini.
Meski demikian, masih ada tantangan dalam upaya penyelamatan badak Jawa, yaitu pengelolaan habitat dan kondisi genetik dari individu yang ada saat ini di semenanjung Ujung Kulon. Hasil monitoring dari pemasangan video trap menunjukan beberapa individu mengalami kondisi cacat, yang kemungkinan adalah cacat lahir seperti memiliki telinga yang terbelah atau yang memiliki ekor yang bengkok. Kelainan fisik ini diduga sebagai manifestasi adanya inbreeding.
Populasi kecil dan lokasi terisolasi, jumlah jantan lebih banyak dari betina memperbesar peluang terjadinya inbreeding. Inbreeding yang berlangsung terus menerus dalam jangka waktu yang lama mengakibatkan penurunan kualitas genetik badak Jawa. Penurunan kualitas genetik pada satu populasi dalam kurun waktu tertentu akan mengarah pada extinction atau kepunahan.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Wiratno mengungkapkan pentingnya rumah kedua atau second habitat bagi badak Jawa di luar TNUK. Hal ini diupayakan agar ketika ada suatu hal yang membahayakan terjadi di TNUK, badak Jawa di tempat lain masih bisa selamat dan tidak langsung punah.
Kajian rumah kedua untuk badak Jawa ini, telah dilakukan di beberapa lokasi, yaitu Cagar Alam (CA) Leuweung Sancang Garut, Suaka Margasatwa (SM) Cikepuh di Sukabumi, CA Rawa Danau Serang, BKPH Cikesik Sukabumi, CA Rawa Danau Serang, BKPH Cikesik di Pandeglang, dan BKPH Malingping Lebak Banten.
"Ya, ada program second habitat badak Jawa. Kami kaji bersama dan lihat kemungkinan di Sukabumi yang paling prospek. Di SM Cikepuh karena luasnya cukup, keamanannya juga. Pakannya cukup di sana, sedang dikaji WWF. Di sana harus aman akan ada satwa yang sangat kharismatik dan penting," ujar Wiratno.
Pada kesempatan yang sama, mewakili Menteri LHK, Dirjen KSDAE Wiratno juga secara resmi memberikan nama kepada empat anak badak Jawa yang lahir pada 2016. Empat ekor anak badak tersebut terdiri dari dua jantan dan dua betina.
"Keempat anak badak Jawa ini diberi nama Prabu, Manggala, Irna, dan Mayang. Pemberian nama ini atas kesepakatan dari komunitas spesies," ujar Wiratno seusai menandatangani Deklarasi Hari Badak Sedunia serta merilis hasil monitoring badak Jawa 2016.
Wiratno menuturkan bahwa dari pantauan kamera trap pada 2016, TNUK saat ini memiliki 67 ekor badak Jawa dengan komposisi 37 badak jantan dan 30 badak betina. Hal ini menunjukkan populasi Badak Jawa di TNUK masih mengalami perkembangbiakan yang alami. Adapun sebanyak 67 ekor badak tersebut terdiri dari kelas umur anak 13 ekor dan kelas umur remaja-dewasa 54 individu. Menurutnya, populasi badak bercula satu tersebut sangat terancam sehingga sejak 2007 kementerian telah melakukan berbagai rencana aksi konservasi.
Berbagai kondisi badak Jawa ini menjadi sebuah tantangan dalam pengelolaannya. Melalui peringatan WRD 2017, dukungan kepedulian semua pihak diharapkan semakin meningkat. "Pemerintah, swasta, dan masyarakat sekitar BTN UK harus bekerja sama," kata Wiratno.(*)