BI Terbitkan Aturan Cegah Pencucian Uang dan Terorisme  

Reporter

Editor

Rabu, 13 September 2017 19:15 WIB

Ilustrasi zodiak beruntuk dalam keuangan atau kaya raya. shutterstock.com

TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia memperkuat ketentuan anti-pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme melalui penerbitan Peraturan Bank Indonesia (PBI) baru. BI menerbitkan PBI Nomor 19/10/PBI/2017 tentang Penerapan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank dan Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank.

Dengan ketentuan yang baru, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Agusman menjelaskan, penerapan peraturan bagi penyelenggara kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank (KUPVA BB) serta penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP) telah terintegrasi.

"Peraturan yang baru juga telah diselaraskan dengan upaya pemerintah untuk memerangi pencucian uang dan pendanaan terorisme serta rekomendasi dan panduan (guidelines) yang diberikan lembaga internasional Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF)," katanya dalam siaran pers, Rabu, 13 September 2017.

Penyempurnaan peraturan dilakukan untuk menjawab berbagai tantangan dalam mendukung anti-pencucian uang (APU) dan pencegahan pendanaan terorisme (PPT) yang muncul dari perkembangan teknologi sistem informasi. Dengan berbagai inovasi dalam kegiatan sistem pembayaran dan penukaran valuta asing, maka produk, jasa, transaksi, dan model bisnis pada kegiatan sistem pembayaran dan penukaran valuta asing menjadi semakin kompleks.

Hal tersebut, kata Agusman, berpotensi meningkatkan risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme. "Pengaturan dalam PBI diharapkan mampu membantu menjawab tantangan yang dihadapi terkait dengan APU dan PPT," ujarnya.

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Eni V. Panggabean menambahkan, peraturan ini perlu disempurnakan untuk mengantisipasi perkembangan teknologi. “Mengapa perlu disempurnakan? Untuk perkembangan teknologi saat ini. Ada inovasi dalam sistem pembayaran produk dan jasa semakin kompleks serta meningkatkan risiko pencucian uang,” ucapnya di gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu, 13 September 2017.

PBI kali ini berlaku bagi penyelenggara KUPVA BB dan PJSP selain bank, yang berupa penyelenggara transfer dana dan penerbit alat pembayaran menggunakan kartu. Melalui PBI ini, BI juga dapat menetapkan pihak lain yang menyelenggarakan kegiatan di bidang sistem pembayaran atau penukaran valuta asing, seperti penyelenggara teknologi finansial, untuk menerapkan APU dan PPT.

Dalam menerapkan APU dan PPT, penyelenggara wajib menerapkan pendekatan berbasis risiko (risk-based approach) dengan memperhatikan faktor risiko terkait dengan pengguna jasa, negara atau wilayah geografis, produk atau jasa, serta jalur atau jaringan transaksi.

"Risk-based approach juga akan diterapkan Bank Indonesia dalam melakukan pengawasan terhadap penerapan APU dan PPT oleh penyelenggara," tuturnya.

Untuk mendukung ketentuan yang dikeluarkan pemerintah, khususnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, Agusman menuturkan PBI juga menegaskan kembali mengenai penanganan terkait dengan daftar terduga teroris dan organisasi teroris serta daftar pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal, antara lain pelaksanaan freeze without delay.

ROSSENO AJI NUGROGO | BISNIS

Berita terkait

Bank Danamon Belum Berencana Naikkan Suku Bunga KPR

5 jam lalu

Bank Danamon Belum Berencana Naikkan Suku Bunga KPR

Bank Danamon Indonesia belum berencana menaikkan suku bunga KPR meski suku bunga acuan BI naik menjadi 6,25 persen

Baca Selengkapnya

Cadangan Devisa RI Akhir April 2024 Anjlok Menjadi USD 136,2 Miliar

14 jam lalu

Cadangan Devisa RI Akhir April 2024 Anjlok Menjadi USD 136,2 Miliar

Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Baca Selengkapnya

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

5 hari lalu

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo membeberkan lima aksi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.

Baca Selengkapnya

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

5 hari lalu

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

Gubernur BI Perry Warjiyo yakin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat sampai akhir tahun ke level Rp 15.800 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

5 hari lalu

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

BI menyebut inflasi IHK pada April 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,51 persen, yakni 0,25 persen mtm.

Baca Selengkapnya

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

7 hari lalu

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.

Baca Selengkapnya

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

8 hari lalu

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

PNM menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dasar kredit meskipun BI telah menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

8 hari lalu

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

Bank Rakyat Indonesia atau BRI mengklaim telah mendapatkan izin untuk memproses transaksi pengguna Alipay.

Baca Selengkapnya

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

9 hari lalu

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

9 hari lalu

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.

Baca Selengkapnya