BPS Sarankan Pembenahan Industri Pengolahan untuk Lapangan Kerja

Reporter

Senin, 7 Agustus 2017 19:45 WIB

Pengrajin memilih bahan baku bambu untuk dijadikan kerajinan di industri rumahan, Bogor, Jawa Barat, 16 April 2015. Pengolahan bahan bambu untuk kepentingan industri memerlukan sumber daya manusia yang menguasai instrumen teknologi. Lazyra Amadea Hidayat

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik atau BPS hari ini mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal II tahun 2017 tercatat sebesar 5,01 persen (year on year). Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan capaian tersebut cenderung flat dibandingkan kuartal sebelumnya.

Dari sisi sektoral, BPS mencatat sektor manufaktur masih berkontribusi besar pada perekonomian Indonesia, namun pertumbuhan sektor pengolahan justru kembali melambat menjadi 3,54 persen dari kuartal sebelumnya 4,24 persen.

"Pemerintah ke depannya perlu berfokus membenahi industri pengolahan dengan melakukan re-industrialiasi, sehingga dapat menciptakan lapangan kerja yang pada akhirnya mendorong konsumsi masyarakat secara agregat," ujarnya, dalam keterangan tertulis pada Senin, 7 Agustus 2017.

Simak: BPS Akui Tak Punyai Data Bisnis Online

Selanjutnya, pertumbuhan sektor jasa terus meningkat di mana informasi dan komunikasi tumbuh 10,88 persen dan jasa lainnya tumbuh 8,63 persen. Keduanya merupakan sektor dengan pertumbuhan paling tinggi. "Namun kontribusi dari kedua sektor tersebut relatif kecil yaitu kurang dari 5 persen dari perekonomian," katanya.

Josua menuturkan dalam jangka pendek, pengendalian inflasi serta stabilisasi harga pangan menjadi kunci bagi seluruh indikator ekonomi lainnya di semester II 2017. Menurut dia, pemerintah juga perlu memastikan penyerapan dan realisasi anggaran desa dan belanja sosial melalui penyaluran bantuan sosial non tunai yang tepat sasaran, agar daya beli masyarakat terjaga.

Selain itu, Josua berujar pemerintah juga perlu mendorong peningkatan tenaga kerja di sektor formal, mengingat pendapatan riil yg menurun didorong oleh penambahan angkatan kerja di sektor informal lebih besar dibandingkan dengan sektor formal. "Pembukaan lapangan kerja dapat didorong dengan menggalakkan program padat karya yang labor-intensive, sehingga konsumsi rumah tangga dapat meningkat."

Berdasarkan data BPS, konsumsi rumah tangga cenderung flat dengan pertumbuhan 4,95 persen (year on year) dan menurut survei konsumen Bank Indonesia tingkat keyakinan konsumen bulan Juni 2017 cenderung melemah. Josua mengatakan hal itu disebabkan persepsi konsumen terhadap terbatasnya ketersediaan lapangan kerja pada saat ini maupun dalam enam bulan mendatang yang mengalami penurunan.

"Selain itu porsi pendapatan yang digunakan untuk konsumsi juga menunjukkan tren menurun sejak Desember 2016 hingga Juni 2017," ujarnya. Sementara itu, porsi pendapatan yang digunakan untuk tabungan cenderung meningkat.

Peningkatan tabungan itu kata Josua tampak dari peningkatan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) Mei 2017 yang tercatat 11,18 persen (year on year) dibandingkan April 2017 9,87 persen. Permintaan kredit dilaporkan cenderung masih melemah di mana pertumbuhannya melambat menjadi 8,78 persen (year on year) dari bulan sebelumnya 9,52 persen.

"Menurut saya, masyarakat menunda melakukan konsumsi pada semester I karena ada faktor kenaikan inflasi sejak awal tahun yang diikuti oleh tahun ajaran baru sekolah," katanya. Selain itu, data penjualan otomotif pada kuartal II juga melambat, yaitu penjualan mobil tumbuh 5,6 persen (year on year) dari kuartal sebelumnya 6,2 persen.

Josua menyampaikan yang menarik adalah fakta bahwa konsumsi pemerintah pada kuartal II tahun ini cenderung berkontribusi pada perlambatan. Konsumsi pemerintah pun diharapkan dapat meningkat pada semester II nanti. "Ini seiring dengan pola penyerapan belanja pemerintah yang masih berkonsentrasi pada akhir tahun."

Menurut Josua, tantangan yang dihadapi pemerintah adalah potensi penghematan belanja kementerian/lembaga yaitu seiring dengan potensi tax shortfall pada tahun ini.
"Pemerintah perlu lebih aktif lagi dalam mendorong belanja modal di mana penyerapannya hingga semester I tahun ini masih sangat rendah yaitu kurang dari 30 persen dari target," ujarnya.

Kinerja ekspor juga tercatat BPS melambat pada kuartal II tahun ini. Menurut dia, hal itu terindikasi dari kinerja pertumbuhan ekspor non-migas yang melambat menjadi 6,8 persen (year on year) dari kuartal sebelumnya yang tumbuh 21,8 persen. "Belum stabilnya harga komoditas global serta belum berjalannya hilirisasi industri menyebabkan ketergantuan yang sangat tinggi pada ekspor komoditas mentah."

GHOIDA RAHMAH

Berita terkait

Wakil Sri Mulyani Harap Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen Bisa Gaet Investor

8 jam lalu

Wakil Sri Mulyani Harap Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen Bisa Gaet Investor

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara angka pertumbuhan ekonomi kuartal pertama 2024 bisa menjadi basis.

Baca Selengkapnya

Rupiah Menguat ke Level Rp 16.025 per Dolar AS

10 jam lalu

Rupiah Menguat ke Level Rp 16.025 per Dolar AS

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat dalam penutupan perdagangan hari ini ke level Rp 16.025 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

BPS: Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I 2024 Tumbuh, Tertinggi Sejak 2015

15 jam lalu

BPS: Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I 2024 Tumbuh, Tertinggi Sejak 2015

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan I-2024 yang tercatat 5,11 persen secara tahunan

Baca Selengkapnya

17 Bandara Internasional Turun Status, BPS: Hanya Digunakan 169 Wisatawan Mancanegara

4 hari lalu

17 Bandara Internasional Turun Status, BPS: Hanya Digunakan 169 Wisatawan Mancanegara

BPS mencatat hanya 169 wisatawan mancanegara yang menggunakan 17 Bandara yang kini turun status menjadi Bandara domestik.

Baca Selengkapnya

BPS: Inflasi Indonesia Mencapai 3 Persen di Momen Lebaran, Faktor Mudik

4 hari lalu

BPS: Inflasi Indonesia Mencapai 3 Persen di Momen Lebaran, Faktor Mudik

Badan Pusat Statistik mencatat tingkat inflasi pada momen Lebaran atau April 2024 sebesar 3 persen secara tahunan.

Baca Selengkapnya

Neraca Perdagangan Kita Surplus 47 Bulan Berturut-turut, Apa Penyebabnya?

14 hari lalu

Neraca Perdagangan Kita Surplus 47 Bulan Berturut-turut, Apa Penyebabnya?

Indonesia memperpanjang rekor surplus neraca perdagangan dalam 47 bulan terakhir pada Maret 2024

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka

14 hari lalu

Terkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka

Pembacaan putusan sengketa Pilpres di MK memengaruhi IHSG. Perdagangan ditutup melemah 7.073,82.

Baca Selengkapnya

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

14 hari lalu

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

BPS mencatat impor pada Maret 2024 turun 2,6 persen secara bulanan. Impor bahan baku dan bahan penolong turun, tapi barang konsumsi naik.

Baca Selengkapnya

BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen

14 hari lalu

BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen

Badan Pusat Statistik atau BPS mengungkapkan terjadi lonjakan impor serealia pada Maret 2024. BPS mencatat impor beras naik 2,29 persen. Sedangkan impor gandum naik 24,54 persen.

Baca Selengkapnya

BPS Sebut Iran dan Israel Bukan Mitra Utama Dagang RI: Dampak Konflik Tak Signifikan

14 hari lalu

BPS Sebut Iran dan Israel Bukan Mitra Utama Dagang RI: Dampak Konflik Tak Signifikan

BPS menilai dampak konflik geopolitik antara Iran dan Israel tak berdampak signifikan terhadap perdangan Indonesia. Begini penjelasan lengkapnya.

Baca Selengkapnya