Direktur Utama PT BEI Tito Sulistio berbicara di depan direksi dan komisaris PT BEI sejak 1992-2017. Tempo/Vindry Florentin
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio memberikan catatannya bagi pemerintah untuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan atau AEOI.
Menurut Tito, data yang wajib dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Pajak seharusnya hanya data warna negara asing (WNA). "Karena yang sudah ikut tax amnesty tiba-tiba harus diperiksa lagi," kata Tito di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, 18 Juli 2017.
Dalam hal teknis, Tito menyoroti tidak adanya batasan saldo dalam pelaporan data nasabah pasar modal ke Ditjen Pajak. "Apakah Pak Saimin yang nabung saham sesudah jual cendol Rp 20 ribu per hari harus dilaporkan? Ini jadi pertanyaan kita," ujarnya.
Saat ini pun, menurut Tito, BEI telah memiliki 1 juta akun nasabah. Pertumbuhan akun nasabah di BEI mencapai 30 persen per tahunnya. "Suatu saat akan 10 juta akun nasabah. Apakah itu semua harus dilaporkan setiap enam bulan ke Ditjen Pajak?" tutur Tito.
Selain itu, Tito juga mempertanyakan siapa saja otoritas yang boleh meminta data nasabah terkait aturan AEOI. Dia mengusulkan agar Ditjen Pajak tidak memberikan akses kepada Kepala Kantor Wilayah. "Yang sejajar Dirjen Pajak saja, kepala kepolisian dan Jaksa Agung," katanya.
Senada dengan Tito Direktur Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia Friderica Widyasari Dewi juga menyoroti siapa saja otoritas yang boleh mengakses data nasabah. "Kami usulkan minimal Dirjen Pajak. Agak sulit memverifikasi kegunaan data bila yang meminta terlalu banyak."
Kiki, sapaan akrab Friderica, juga mempertanyakan status perusahaannya. Dalam Peraturan Menteri Keuangan terkait AEOI, KSEI tidak termasuk dalam lembaga keuangan yang wajib melaporkan data nasabahnya. "Kami perlu kejelasan apakah KSEI wajib lapor," tuturnya.