Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Panjaitan saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 1 September 2016. Rapat ini membahas asumsi makro terkait sektor energi untuk acuan dalam RAPBN 2017 serta laporan kebijakan Menteri ESDM pasca reshuffle. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Depok - Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan sebagian kondisi ikan di Indonesia telah tercemar plastik. "Perut ikan hampir 22 persen isinya plastik," katanya saat memberikan kuliah umum di Universitas Indonesia, Rabu, 5 April 2017.
Luhut mengatakan temuan limbah plastik di dalam tubuh ikan yang dikonsumsi manusia itu merupakan hasil penelitian di Makassar, Sulawesi Selatan. Temuan tersebut membuktikan laut di Indonesia sudah tercemar. Terutama pencemaran limbah sampah.
Menurutnya, ikan di perairan Indonesia telah memakan plastik yang dibuang manusia. Apalagi, kata Luhut, menurut penelitian, plastik bisa mencair dimakan plankton. Selanjutnya plankton menjadi makanan ikan di laut. "Hasil riset di Makassar membuktikan itu," ujarnya.
Namun Luhut mengatakan ada wilayah yang lebih parah pencemaran limbah plastik pada tubuh ikan yang lebih parah. "Di California, Amerika Serikat, pencemaran limbah plastik di tubuh ikan mencapai 62 persen," ucapnya.
Lebih jauh, ia menuturkan sampah bekas plastik di Indonesia merupakan terbesar kedua di dunia setelah Cina. Jika tidak diolah, sampah tersebut bakal membahayakan manusia.
"Salah satunya itu. Ikan yang sudah terkontaminasi plastik sangat berbahaya bagi manusia. Terutama ibu hamil," ujarnya. "Kalau ikan terkontaminasi plastik, dampaknya bisa sampai mempengaruhi genetik hingga jantung."
Untuk melihat sejauh mana sampah telah mengkontaminasi perairan di Indonesia, pemerintah telah melakukan penelitian di 15 kota. "Masih berjalan penelitiannya," katanya.
5 Dampak Polusi Udara Terhadap Kulit, Di Antaranya Memicu Stres Oksidatif
28 Agustus 2023
5 Dampak Polusi Udara Terhadap Kulit, Di Antaranya Memicu Stres Oksidatif
Paparan polusi udara secara terus menerus meningkatkan risiko perubahan pigmentasi kulit seperti hiperpigmentasi atau peningkatan produksi melanin. Hal ini menyebabkan timbulnya masalah bintik atau bercak gelap pada kulit.