Harga Komoditas 2017 Bakal Menguat, Berikut Tiga Alasannya

Reporter

Senin, 5 Desember 2016 23:02 WIB

Ilustrasi gula pasir. ANTARA/Adhitya Hendra

TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan jasa keuangan Citigroup Inc., memprediksi sebagian besar harga komoditas bakal lebih kuat pada 2017.


Tiga faktor utama yang mendasarinya adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi global, masalah surplus pasokan yang akhirnya berkurang, dan alokasi dana lebih besar dari investor.


Pada 2016, komoditas mengalami reli di awal tahun karena munculnya tanda-tanda upaya menyeimbangkan pasar. Namun, reli terhenti pada paruh kedua setelah referendum Britania Raya menghasilkan keputusan British Exit atau Brexit, sehingga meningkatkan kekhawatiran prospek pertumbuhan global.


Namun demikian, permintaan komoditas global terbantu oleh peningkatan konsumsi AS dan China. Di sisi lain, pemotongan pasokan minyak, logam, dan hasil pertanian membuat harga kembali reli.


"Tidak seperti 2015, reli komoditas hanya sampai kuartal kedua, kemudian turun tajam akibat surplus pasokan yang tidak teratasi. Reli kali ini terlihat lebih berkelanjutan karena ada pengetatan pasar fisik," papar Citigroup seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (5 Desember 2016).


Advertising
Advertising

Bank memprediksi pertumbuhan ekonomi global pada tahun depan akan meningkat menjadi 2,7% diabandingkan 2016 sebesar 2,5%. Komoditas utama yang mengalami tren bullish dalam 6-12 bulan pada 2017 adalah minyak, tembaga, seng, dan gandum.


Sementara itu, komoditas bearish dalam jangka waktu yang sama adalah batu bara, bijih besi, emas, dan kedelai. Menurut Citigroup, ini menunjukkan peningkatan harga batu bara dan bijih besi pada 2016 yang sangat cemerlang merupakan sebuah kebetulan.


Bijih besi berhasil menanjak sekitar 80% sepanjang 2016 . Namun, harga diperkirakan bakal merosot ke US$50 per ton pada kuartal III/2017 karena pasar properti China yang mendingin.


Pada penutupan perdagangan Senin (5/12) di Dalian Commodity Exchange, harga bijih besi kontrak Mei 2017 meningkat 0,54% menuju 584 yuan atau US$84,87 per ton.


"Secara umum, kelebihan pasokan yang dipicu tingginya harga sejak 2010 akhirnya berangsur seimbang. Di sisi lain, belanja modal produksi komoditas mengalami penurunan," tulisnya.


Bloomberg Commodity Index telah maju sebanyak 11% sepanjang 2016 berjalan akibat peningkatan harga bahan baku seperti seng, nikel, tembaga, minyak mentah Brent, dan gula.


Sebelumnya, indeks terus mengalami pemerosotan dalam lima tahun terakhir akibat perlambatan permintaan China dan pasokan komoditas yang berlebihan.


Meskipun proyeksi cenderung bullish, harga komoditas masih memiliki kemungkinan untuk bergerak volatil. Faktor yang memengaruhinya ialah upaya pasar menyeimbangkan suplai dan permintaan, serta perkembangan kebijakan China sebagai konsumen komoditas terbesar di dunia.


Kesepakatan OPEC untuk memangkas produksi minyak mentah menjadi salah satu katalis positif bagi harga komoditas. Pasalnya, minyak merupakan komoditas strategis yang berpengaruh pada setiap lini perdagangan.


Akhir bulan lalu, OPEC melakukan kesepakatan pemangkasan produksi pertama sejak delapan tahun terakhir. Jumlah suplai yang akan dipotong sebesar 1,2 juta barel per hari dan akan dilakukan mulai Januari 2017.


Pada perdagangan Senin (5 Desember 2016) pukul 17:53 WIB harga minyak WTI kontrak Januari 2017 berada di posisi US$52,22 per barel, naik 1,04%. Sementara itu, minyak Brent kontrak Februari 2017 bertengger di US$55,13 per barel, meningkat 1,23%.


Rerata harga minyak Brent, lanjut Citigroup, diperkirakan naik menjadi US$60 per barel pada tahun depan karena pasar yang lebih seimbang.


Sementara itu, kemenangan Donald Trump dalam sebagai Presiden AS bakal meningkatkan kebijakan fiskal dan pembangunan infrastruktur, sehingga menaikkan proyeksi penyerapan komoditas logam.


Tembaga misalnya, akan mengalami peningkatan 7% pada 2017 menjadi US$5.575 per ton bahkan ada peluang harga dapat mencapai US$6.000 per ton.


Pada penutupan perdagangan Jumat (2/12) di bursa London Metal Exchange, harga tembaga naik 0,54% menuju US$5.760 per ton. Ini menandakan harga sudah meningkat 22,46% sepanjang tahun berjalan.


Namun, risiko utama yang dapat terjadi bagi komoditas ialah prospek pertumbuhan ekonomi Paman Sam yang mengerek dolar AS dan potensi tumbulnya ketegangan seperti perang dagang. Peningkatan dolar dapat membuat harga komoditas menjadi lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain.


BISNIS.COM

Berita terkait

Harga Komoditas Naik di Sulawesi Selatan, dari Beras hingga Telur Ayam

27 September 2023

Harga Komoditas Naik di Sulawesi Selatan, dari Beras hingga Telur Ayam

Harga komoditas di Pasar Tradisional Kota Makassar melonjak naik.

Baca Selengkapnya

Deretan Bahan Pokok yang Alami Kenaikan Harga Jelang Idul Adha

12 Juni 2023

Deretan Bahan Pokok yang Alami Kenaikan Harga Jelang Idul Adha

Berdasarkan laporan perkembangan harga rata-rata nasional barang kebutuhan pokok awal Juni 2023 ini, disebutkan ada 4 yang naik menjelang Idul Adha.

Baca Selengkapnya

Iming-iming Jokowi Rp 15 Miliar untuk Pemda yang Bisa Tekan Inflasi 2023

11 Februari 2023

Iming-iming Jokowi Rp 15 Miliar untuk Pemda yang Bisa Tekan Inflasi 2023

Presiden Jokowiakan berikan insentif hingga Rp 15 miliar kepada pemerintah daerah yang berhasil menjaga tingkat inflasi. Ini penyebab inflasi.

Baca Selengkapnya

BPS Sebut Pertumbuhan Ekonomi 2022 Ditopang Harga Komoditas, Airlangga: Masih Landai Relatif Tinggi

6 Februari 2023

BPS Sebut Pertumbuhan Ekonomi 2022 Ditopang Harga Komoditas, Airlangga: Masih Landai Relatif Tinggi

Menteri Airlangga menanggapi pertumbuhan ekonomi nasional pada 2022 yang masih ditopang oleh harga komoditas.

Baca Selengkapnya

BPS Ingatkan soal Stok dan Distribusi Pangan untuk Kendalikan Inflasi

1 Februari 2023

BPS Ingatkan soal Stok dan Distribusi Pangan untuk Kendalikan Inflasi

Kepala BPS Margo Yuwono mengingatkan para pemangku kepentingan untuk memperhatikan stok dan distribusi pangan untuk mengendalikan inflasi.

Baca Selengkapnya

Harga Emas Melonjak, Tertinggi dalam Sembilan Bulan Terakhir

14 Januari 2023

Harga Emas Melonjak, Tertinggi dalam Sembilan Bulan Terakhir

Harga emas menguat tajam mendekati level tertinggi dalam sembilan bulan terakhir, didorong ekspektasi kenaikan suku bunga the Fed.

Baca Selengkapnya

Ganjar Minta Semua Pihak Tertib Pantau Harga Kebutuhan Pokok dan Lebih Rajin Turun ke Pasar

13 Januari 2023

Ganjar Minta Semua Pihak Tertib Pantau Harga Kebutuhan Pokok dan Lebih Rajin Turun ke Pasar

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta seluruh pemangku kebijakan lebih disiplin memantau pergerakan harga kebutuhan pokok.

Baca Selengkapnya

Resesi Global Kian Dekat, Bagaimana Dampaknya ke Indonesia?

27 September 2022

Resesi Global Kian Dekat, Bagaimana Dampaknya ke Indonesia?

Ekonom senior Center Of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menjelaskan masih ada kemungkinan Indonesia terkena dampak dari resesi global.

Baca Selengkapnya

Harga BBM Naik, Harga Beras di Pasar Induk Cipinang Ikut Naik

23 September 2022

Harga BBM Naik, Harga Beras di Pasar Induk Cipinang Ikut Naik

Sejumlah pedagang di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur setelah harga BBM naik, harga sejumlah jenis beras di sana ikut naik

Baca Selengkapnya

Daya Beli Masyarakat Masih Rendah, Peneliti Ingatkan Harga Stabil Tapi Tak Terjangkau

2 September 2022

Daya Beli Masyarakat Masih Rendah, Peneliti Ingatkan Harga Stabil Tapi Tak Terjangkau

CIPS menyebutkan tingginya harga beberapa komoditas pangan akan semakin melemahkan daya beli masyarakat.

Baca Selengkapnya