Dua Tahun Jokowi-JK, Indef: Ketergantungan Impor Meningkat  

Reporter

Editor

Grace gandhi

Kamis, 20 Oktober 2016 14:33 WIB

Aktifitas bongkar muat beras impor dari Vietnan dari kapal Hai Phong 08 di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 11 November 2015. Tempo/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus, menilai, dalam dua tahun masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, ketergantungan terhadap impor semakin tinggi.

Menurut dia, meningkatnya impor terutama terjadi pada impor bahan pangan, minyak dan gas, serta barang konsumsi.

Pada impor bahan pangan, kata Heri, terdapat berbagai impor bahan pangan yang strategis, salah satunya beras. Heri menyesalkan impor beras sangat tinggi. Sepanjang Januari hingga Desember 2015, impor beras senilai US$ 351,6 juta. Pada 2016, hingga Juli, impor beras telah melebihi impor beras tahun lalu, yakni senilai US$ 447,7 juta.

"Baru setengah tahun, tapi jumlah impor beras sudah melebihi impor beras dalam satu tahun kemarin. Pada Desember, impor beras mungkin bisa naik 200 persen," ujar Heri dalam diskusi Indef bertema “Dua Tahun Nawacita: Lampu Kuning Produktivitas dan Daya Saing” di kantor Indef, Pejaten, Jakarta Selatan, Kamis, 20 Oktober 2016.

Volume impor migas, menurut Heri, juga terus meningkat. Berdasarkan data Indef, impor migas pada September 2016 meningkat 8,24 persen dibandingkan impor migas pada September 2015. Padahal Indonesia merupakan salah satu negara penghasil energi terbesar. "Energi dalam bentuk raw material malah kita jual ke luar negeri," kata Heri.

Heri menuturkan impor barang konsumsi pun melejit. Sepanjang Januari hingga September 2016, berdasarkan data Indef, impor barang konsumsi meningkat 12,8 persen. Impor barang konsumsi tersebut, menurut Heri, jauh meninggalkan impor barang baku yang turun 9,8 persen serta impor barang modal yang turun 12,6 persen.

Turunnya impor bahan baku dan impor barang modal itu, menurut Heri, menyebabkan industri dalam negeri mengalami kontraksi. "Di sisi lain, ekspor dari berbagai sektor, termasuk industri, juga kian merosot. Penurunan kinerja industri dalam negeri pun tercermin dari berkurangnya jumlah perusahaan industri," tuturnya.

Heri mengatakan, meskipun nilai perdagangan pada September lalu mengalami surplus US$ 1,21 miliar, surplus itu disebabkan penurunan impor yang lebih tajam dibandingkan penurunan ekspor. "Itu surplus yang tidak sehat. Memang menghemat devisa, tapi apa itu yang kita inginkan? Impor boleh meningkat, tapi ekspor harus meningkat jauh lebih besar," ucapnya.

Heri menilai penyebab derasnya impor adalah minimnya kebijakan pengamanan pasar domestik dari pemerintah yang tercermin dari kuantitas non-tariff measures (NTM). Menurut Heri, Indonesia hanya memiliki 272 jenis NTM. Jumlah tersebut sangat jauh dibandingkan dengan Amerika Serikat yang memiliki 4.780 NTM dan Cina yang memiliki 2.194 NTM.

ANGELINA ANJAR SAWITRI

Berita terkait

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

14 hari lalu

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

Meski tidak bersinggungan secara langsung dengan komoditas pangan Indonesia, namun konflik Iran-Israel bisa menggoncang logistik dunia.

Baca Selengkapnya

Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel, Ekonom: Prioritaskan Anggaran untuk Sektor Produktif

15 hari lalu

Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel, Ekonom: Prioritaskan Anggaran untuk Sektor Produktif

Di tengah konflik Iran-Israel, pemerintah mesti memprioritaskan anggaran yang bisa membangkitkan sektor bisnis lebih produktif.

Baca Selengkapnya

Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi

46 hari lalu

Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi

Ekonom Indef, Didin S. Damanhuri sangat prihatin atas dugaan korupsi yang terendus di lingkaran LPEI. Padahal, kata dia, ekspor adalah andalan pemerintahan Jokowi

Baca Selengkapnya

Imbas PPN Naik jadi 12 Persen, Indef Sebut Daya Saing Indonesia Bakal Turun

46 hari lalu

Imbas PPN Naik jadi 12 Persen, Indef Sebut Daya Saing Indonesia Bakal Turun

Kebijakan PPN di Tanah Air diatur dalam Undang-Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Baca Selengkapnya

Tarif PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Indonesia Paling Tinggi di Asia Tenggara

47 hari lalu

Tarif PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Indonesia Paling Tinggi di Asia Tenggara

Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus membandingkan besaran tarif PPN di Asia Tenggara.

Baca Selengkapnya

Indef: PPN jadi 12 Persen Akan Dorong Kenaikan Harga Bahan Pokok

47 hari lalu

Indef: PPN jadi 12 Persen Akan Dorong Kenaikan Harga Bahan Pokok

Indef menyatakan penjual akan reaktif terhadap kenaikan PPN.

Baca Selengkapnya

PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Pertumbuhan Ekonomi Turun karena Orang Tahan Konsumsi

47 hari lalu

PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Pertumbuhan Ekonomi Turun karena Orang Tahan Konsumsi

Indef membeberkan dampak kenaikan pajak pertabambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ungkap Kriteria Ideal Menkeu Pengganti Sri Mulyani: Tidak Yes Man

59 hari lalu

Ekonom Ungkap Kriteria Ideal Menkeu Pengganti Sri Mulyani: Tidak Yes Man

Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti mengungkapkan kriteria ideal Menkeu seperti apa yang dibutuhkan oleh Indonesia di masa mendatang.

Baca Selengkapnya

Terkini: Ramai-ramai tentang Dana Bos untuk Program Makan Siang Gratis, Harga Bitcoin Tembus Rekor Rp 1 Miliar

6 Maret 2024

Terkini: Ramai-ramai tentang Dana Bos untuk Program Makan Siang Gratis, Harga Bitcoin Tembus Rekor Rp 1 Miliar

Ekonom senior UI Faisal Basri menentang rencana penggunaan dana BOS untuk program makan siang gratis Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya

Ekonom Indef Beberkan Penyebab Harga Pangan Naik, Mulai dari Pemilu hingga Ramadan

6 Maret 2024

Ekonom Indef Beberkan Penyebab Harga Pangan Naik, Mulai dari Pemilu hingga Ramadan

Ekonom senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Aviliani membeberkan sejumlah faktor penyebab naiknya harga kebutuhan pokok,

Baca Selengkapnya