TEMPO.CO, Jakarta - Industri asuransi jiwa menikmati wind- fall pengalihan investasi dari deposito ke produk bancassurance akibat melambatnya penyaluran kredit oleh perbankan Hary Prasetyo, Direktur Keuangan Jiwas raya, menuturkan perlambatan kredit dan pertumbuh- an dana pihak ketiga yang terjadi pada saat bersamaan membuat perbankan mengalami pertumbuhan semu. Untuk mengendalikan kondisi ini pihak bank membuka peluang kepada nasabahnya agar menempatkan investasi se kaligus asuransinya di produk bancassurance .
“Bank perlu sumber dana guna membayar bunga. Jadi biasanya produk bancassurance akan ditawarkan. Bukan kanibal, tapi membuka kesempatan, sehingga bank dapat mendorong memperbesar fee based,” kata Hary belum lama ini.
Hary mengatakan kondisi ini terlihat dari membesarnya perolehan premi produk yang memiliki karakeristik serupa dengan deposito. Namun, dia tidak bersedia menyebutkan jumlah premi yang telah diraup Jiwas raya. Dia hanya menyebutkan hingga Agustus 2016 per- usahaan telah membukukan dana kelolaan Rp26 triliun dengan pendapatan investasi Rp1,9 triliun. Hendrisman Rahim, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), menuturkan produk bancassurance sebagai alternatif penempatan dana relatif lebih mudah diterima oleh nasabah. Pasalnya produk ini dalam pemasarannya tetap bekerja sama dengan bank walau bukan merupakan bagian dari produk perbankan.
Sementara itu, Edy Tuhirman, CEO PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia, mengatakan windfall ini biasanya dinikmati oleh produk asuransi tradisional seperti endowment . Adapunun tuk produk unit-linked pemegang dana tetap mengutamakan imbal hasil dan metode penge- lolaan investasinya. “Fenomena itu terjadi untuk produk tradisional, sedangkan kami jualannya unitlinked . Karena performance and ARMS terbukti maka jualan unit-linked
meningkat,” kata Edy, Selasa (13 September 2016).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melun curkan Surat Edaran 32 /SEOJK.05/2016 tentang Saluran Pemasaran Produk Asuransi Melalui Kerja Sama dengan Bank atau bancas-surance .
SE OJK yang ditetapkan pada 30 Agustus 2016 dan mulai berlaku pada 1 September 2016 tersebut secara umum mengatur perusahaan asuransi yang melakukan pemasaran produk asuransi melalui bancassurance .Regulasi tersebut menyatakan kerja sama perusahaan asuransi dan bank dikategorikan sebagai bancassurance
bila menggunakan salah satu dari tiga model yang ada, yakni referensi, kerja sama distribusi, dan integrasi produk. Perusahaan yang akan memasarkan pro duk
asuransi melalui bancassurance mesti meme-nuhi ketentuan tingkat kesehatan keuangan dan tidak sedang dikenai sanksi administratif.
Selain itu, perusahaan asuransi mesti terlebih dahulu mencantumkan rencana kerja sama tersebut dalam rencana bisnis perusahaan pada tahun yang sama.
TANTANGAN LEBIH BESAR
Jika asuransi jiwa menikmati windfall, sebaliknya asuransi umum justru mengalami tantangan lebih besar. Eko Wari Santoso, Direktur Utama PT Asuransi Asei Indonesia, mengatakan premi asuransi kerugian yang bergantung dengan kerja sama dengan perbankan mengalami tekanan. Akan tetapi, dia menilai dampaknya baru akan terasa setelah enam bulan mendatang.
Kendati demikian, dia meyakini selama pertumbuhan ekonomi masih positif, pendapatan premi asuransi umum bakal tetap tumbuh. “Namun underwriting
-nya akan lebih ketat,” ujar Eko. Data yang dipublikasi Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menunjukkan per Juni 2016 premi asuransi kendaraan bermotor mengalami penurunan sebesar 8,5% jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu dari Rp8,11 triliun menjadi Rp7,42 triliun. Sementara, lini bisnis properti yang masih menjadi kontributor utama terhadap pertumbuh an premi industri dengan pertumbuhan 9,6% (year on year) yaitu dari Rp7,94 triliun menjadi Rp8,7 triliun.
BISNIS