Pemerintah Tak Temukan Limbah di Keramba Danau Toba
Editor
Setiawan Adiwijaya
Rabu, 20 Juli 2016 03:15 WIB
TEMPO.CO, Simalungun - Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya tidak menemukan limbah atau aspek lain yang memicu pencemaran lingkungan saat meninjau salah satu lokasi bisnis keramba ikan Danau Toba, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Peninjauan dilakukan di unit Keramba Jaring Apung (KJA) milik PT Suri Tani Pemuka (STP), yang dinaungi raksasa agribisnis, JAPFA Group.
"Setelah kita cek, keramba apung mereka tidak menghasilkan limbah. Mereka mengikuti kaidah budi daya ikan yang baik," kata Kepala Bagian Humas Kemenko Kemaritiman Shahandra Hanitiyo di Simalungun, Selasa, 19 Juli 2016.
Menurut Shahandra, usaha keramba STP JAFPA menerapkan teknologi ramah lingkungan sehingga kecil kemungkinan menghasilkan limbah. Teknologi tersebut dipakai untuk mengatur efisiensi pemberian pakan (makanan) ikan serta meminimalisasi kotoran selama proses budi daya.
"Air di sekitar (lokasi keramba) tak keruh, tak seperti yang digembar-gemborkan ke pemerintah pusat," tutur Shahandra kepada Tempo.
Beberapa waktu lalu, Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli sempat menyerukan pembersihan usaha keramba ikan di Danau Toba. Bisnis keramba pun sempat dianggap penyumbang limbah, terutama karena munculnya endapan pakan ikan. Awal 2016, Rizal sempat mengultimatum sejumlah pelaku bisnis keramba di daerah itu.
Program penertiban bertajuk Zero (0) KJA juga sempat mencuat sebagai salah satu terobosan perbaikan Danau Toba yang menjadi destinasi wisata.
Staf Ahli Kementerian Kelautan dan Perikanan Saut Hutagalung mengatakan penertiban KJA merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2014. Namun isinya tak secara langsung menyiratkan penutupan usaha keramba.
"Pasalnya lebih kepada zonasi (penataan wilayah) budi daya perikanan dan daya dukung produksi," ujar Saut yang ikut meninjau pelataran KJA milik STP JAPFA.
Terkait dengan persoalan limbah, ujar Saut, tinggal menunggu munculnya peraturan daerah yang menetapkan syarat dan ketentuan bagi perusahaan dalam menjalankan bisnis keramba ikan. Saat ini hanya ada dua pelaku bisnis keramba besar di Danau Toba, yaitu JAPFA dan PT Aquafarm Nusantara.
"Karena menyangkut kepentingan tujuh kabupaten (sekitar Danau Toba), provinsi yang mengatur. Perusahaan penuhi aturan kalau ingin melanjutkan," ucap Saut.
Soal daya dukung produksi, menurut dia, pebisnis keramba wajib memenuhi syarat keberlanjutan, yaitu menggunakan teknologi budi daya ikan yang ramah lingkungan.
Dari tinjauan pemerintah bersama peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada Selasa, STP JAPFA dinilai memenuhi persyaratan tersebut, sedangkan PT Aquafarm belum masuk jadwal peninjauan.
Saut menambahkan, pemerintah daerah berwewenang menutup bisnis keramba perusahaan nasional yang tak memenuhi syarat. "Pemerintah ingin usaha ini (budi daya ikan dan kehutanan) terintegrasi dengan wisata Danau Toba. Itu isi Perpresnya."
Di pelataran KJA milik STP JAPFA yang berada di tepian utara Danau Toba, ikan nila dipisah sesuai dengan tahapan pertumbuhannya. Pembibitan ikan mereka lakukan di Tanah Jawa, Siantar, sedangkan penggemukan dan panen dilakukan di Simalungun.
Pengelolaan produksi ikan nila JAPFA pun mengantongi sertifikat penilaian level internasional dalam hal pengelolaan hasil budi daya ikan. JAPFA tengah giat memproduksi fillet ikan untuk bisnis domestik hingga impor ke Amerika dan Eropa.
YOHANES PASKALIS