Kaum Samin Bojonegoro Tak Sependapat Demo Soal Kendeng
Editor
MC Nieke Indrietta Baiduri
Kamis, 2 Juni 2016 23:00 WIB
TEMPO.CO, Bojonegoro -- Penganut ajaran Samin di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur menyatakan tak sependapat dengan gerakan aksi demo di depan Kantor Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), di Surabaya Kamis 2 Juni 2016.
Alasannya, bahwa selain tidak ada pemberitahuan, ajaran sedulur sikep—sebutan orang Samin—juga tidak mengenal istilah demo.
“Kami mengenal musyawarah-mufakat bukan demo,” ujar Bambang Sutrisno, 35, salah satu penerus ajaran Samin pada Tempo Kamis 2 Juni 2016. Ia merupakan anak dari Mbah Hardjo Kardi,76 tahun—penerus ajaran Samin.
Adapun unjuk rasa ini juga menghadirkan sembilan wanita yang beberapa waktu menyemen kakinya di depan Istana Negara, Jakarta. Dalam unjuk rasa itu juga ada pembacaan puisi, kekidungan, dan lantunan donga nusantara.
Sekitar 200 orang dari warga Pegunungan Kendeng Utara, tepatnya dari Kecamatan Sukolilo dan Kayen, Kabupaten Pati, Jawa Tengah hadir. Aksi dengan tajuk Donga Nuswantara Kendeng Njejegke Adil, dipimpin oleh Gunretno—yang merupakan tokoh Sedulur Sikep dari Kecamatan Sukolilo. Demo mendoakan proses banding perkara gugatan terhadap izin lingkungan pendirian pabrik dan penambangan PT Sahabat Mulia Sakti—yang merupakan anak perusahaan dari PT Idocement. (Baca: Setelah Mengecor Kaki, Warga Kendeng Demo PTTUN Surabaya)
Bambang menuturkan dalam ajaran Samin, dikenal dengan kalimat sabar, trokal, nrimo yang artinya bersabar, bertawakal dan menerima pemberian Yang Kuasa. Selain itu, juga ada kalimat lain, yaitu ngalah tapi ora kalah artinya. Orang yang mengalah bulan berarti kalah. Para penganut ajaran Samin itu, cenderung menghindari konflik dan lebih mengedepankan musyawarah untuk mufakat.
Soal Gunretno, Bambang menceritakan pernah datang bertemu ke Mbah Hardjo Kardi, di Dusun Jepang, Desa Margomulyo, Kecamatan Margomulyo, Bojonegoro, awal 2000 silam. Tujuannya, merekatkan hubungan kekerabatan antara penganut Samin di Bojonegoro dengan penganut Samin di Pati, dan Blora.
Saat itu, kata Bambang, Gunretno meminta silsilah keluarga besar pendiri dan penerus ajaran Samin. Mulai dari pendirinya Samin Suresentiko alias Raden Kohar, kemudian diteruskan dengan anak menantunya Mbah Surokidin yang meninggal tahun 1942 dan dimakamkan di Desa Mantren, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora. Selanjutnya ajaran ini diteruskan oleh Mbah Surokarto Kamidin, yang merupakan orang tua dari Mbah Hardjo Kardi, yang kini bermukim di Dusun Jepang, Desa/Kecamatan Margomulyo, Bojonegoro.
SUJATMIKO