Pekerja mengangkut uang rupiah di Cash Center Bank Mandiri, Jakarta, 12 Agustus 2015. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo.
TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah anjlok 157 poin ke level 13.467 per dolar Amerika Serikat pada Kamis, 19 Mei 2016. Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo memastikan lembaganya akan terus berkoordinasi untuk mempertahankan stabilitas kurs.
"Otoritas moneter akan menjaga nilai tukar yang mencerminkan fundamentalnya," kata Agus di Jakarta, Kamis ini.
Agus menjelaskan, BI akan menghadapi perubahan nilai tukar dengan kebijakan. Ia berkomitmen melakukan reformasi struktural dengan kebijakan, perbaikan infrastruktur, sumber daya manusia, dan kelembagaan serta menjaga daya saing Indonesia dan efisiensi perizinan sebagai bentuk daya tahan. "Kalaupun di luar negeri ada perubahan, tetap di dalam Indonesia bisa stabil dan pertumbuhan ekonominya terjaga," ucap Agus.
Merosotnya kurs rupiah diperkirakan karena respons para pelaku pasar terhadap The Fed, bank sentral Amerika. Anggota FOMC mengindikasikan kenaikan Fed Rate seusai pertemuan FOMC pada Juni 2016.
Agus optimistis efeknya tidak akan seperti tahun lalu. Ia memprediksi keresahan pasar paling lama terjadi hingga pertemuan dilakukan.
"Lagi pula, kalau dilihat secara umum, inflasi kita terjaga di posisi 3,6 persen," tuturnya. Transaksi berjalan pun diperkirakan hanya US$ 20 miliar setahun, lebih rendah daripada perkiraan sebesar US$ 23 miliar. Secara rasio, defisit diperkirakan mencapai -2,5 persen dari GDP. Namun Agus menilai defisit hanya akan sebesar 2,2 persen dari GDP sepanjang tahun.
"Kondisi ini menunjukkan fundamental kita lebih kuat," katanya. Ia meyakinkan Indonesia akan menghadapi perkembangan di dunia dengan hati-hati dan percaya diri bahwa ekonomi negara ini lebih baik.