Survei Bank Indonesia: Kegiatan Usaha Triwulan Pertama Turun  

Reporter

Editor

Sunu Dyantoro

Sabtu, 30 April 2016 03:14 WIB

Pekerja memanggang adonan bakpia phatok di pabrik pembuatan Bakpia Phatok 25 di Yogyakarta, 14 Februari 2016. Bank Indonesia (BI) menyambut baik dukungan pemerintah kepada industri perbankan dalam memberikan kredit kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui program subsidi kredit usaha rakyat (KUR). TEMPO/Subekti

TEMPO.CO, Yogyakarta - Bank Indonesia Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta merilis hasil survei kegiatan dunia usaha, yang mengindikasikan terjadinya penurunan pada triwulan pertama tahun 2016 dibanding triwulan IV tahun sebelumnya.

Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia DIY, Hilman Tisnawan mengatakan penurunan kegiatan dunia usaha triwulan satu ini terlihat dari angka saldo bersih tertimbang yang terkontraksi sebesar minus 20,28 persen. Angka ini lebih rendah ketimbang triwulan empat 2015 sebesar 8,43 persen. “Kontraksi utamanya terjadi pada sektor pengangkutan dan komunikasi dengan nilai SBT minus 7,78 persen,” kata Hilman, Jumat, 29 April 2016.

Menurut dia, penurunan ini terjadi karena berakhirnya musim liburan akhir tahun sehingga mendorong konsumsi masyarakat secara normal. Saldo bersih tertimbang adalah perkalian antara saldo bersih dan bobot masing-masing sektor ekonomi. Saldo bersih dihitung dengan cara mengurangkan persentase responden yang menjawab “naik” dengan persentase responden yang menjawab “turun”. Bila hasilnya positif, itu artinya ekspansi. Sedangkan bila negatif, itu artinya kontraksi.

Survei kegiatan dunia usaha digunakan untuk melacak produk domestik bruto (PDB) dengan survei. Ini untuk melihat kegiatan ekonomi pada kuartal pertama dan memperkirakan kuartal berikutnya. BI mencatat meski terjadi penurunan, namun kapasitas produksi perusahaan di DIY justru meningkat.

Rata-rata kapasitas produksi pada triwulan pertama ini mencapai 76,97 persen atau meningkat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 61, 63 persen. Peningkatan kapasitas produksi terjadi pada sektor industri pengolahan. Kinerjanya menunjukkan perbaikan, tandanya adalah peningkatan kapasitas produksi terpakai dan penggunaan tenaga kerja.

Menurut dia, kegiatan usaha pada triwulan dua diperkirakan mengalami ekspansi. Pelaku usaha optimis karena nilai saldo bersih tertimbang dihitung sebesar 8,24 persen. Ini terjadi pada sektor pertanian dengan nilai saldo bersih tertimbang sebesar 6,63 persen. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran 1,71 persen.

Sedangkan sektor pengangkutan dan komunikasi 1,40 persen. Musim panen dan pulihnya industri kegiatan konvensi, perjalanan intensif dan pameran dalam industri pariwisata diprediksi akan mendorong kenaikan permintaan pada sektor itu. “Bulan puasa dan tradisi mudik juga mendorong kenaikan permintaan,” kata Hilman.

Dewan Penasihat Asosiasi Pengusaha Indonesia DIY, Ibnu Saleh, menyatakan dunia usaha pada triwulan pertama ini belum baik dan pasar belum bergerak. Penyebabnya ada banyak hal, di antaranya beban pajak dan kebutuhan biaya operasional. Industri padat karya merupakan kelompok industri yang paling terlihat dari penurunan itu. Dia mencontohkan pelaku industri tekstil, kulit, dan sarung tangan harus bekerja keras. Sebagian besar industri ini menggunakan bahan baku impor. “Produk pasar dalam negeri saat ini juga kalah dengan produk-produk impor,” kata Ibnu Saleh.

SHINTA MAHARANI

Berita terkait

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

4 hari lalu

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo membeberkan lima aksi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.

Baca Selengkapnya

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

4 hari lalu

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

Gubernur BI Perry Warjiyo yakin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat sampai akhir tahun ke level Rp 15.800 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

4 hari lalu

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

BI menyebut inflasi IHK pada April 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,51 persen, yakni 0,25 persen mtm.

Baca Selengkapnya

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

6 hari lalu

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.

Baca Selengkapnya

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

7 hari lalu

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

PNM menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dasar kredit meskipun BI telah menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

7 hari lalu

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

Bank Rakyat Indonesia atau BRI mengklaim telah mendapatkan izin untuk memproses transaksi pengguna Alipay.

Baca Selengkapnya

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

8 hari lalu

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

8 hari lalu

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.

Baca Selengkapnya

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

8 hari lalu

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Baca Selengkapnya

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

9 hari lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya